Jilbab Sebagai Simbol Perjuangan Identitas (Studi atas Pemakaian Jilbab di Kalangan Waria D.I. Yogyakarta)

Authors

  • Arif Nuh Safri Institut Ilmu al-Qur'an an-Nur Yogyakarta

DOI:

https://doi.org/10.14421/musawa.2019.181.19-33

Keywords:

Waria, Jilbab, Simbol, Perjuangan, Identitas

Abstract

Waria (wanita pria) atau transgender adalah sebuah identitas gender lian di khalayak awam. Di samping dianggap sebagai sebuah keanehan, identitas ini pun dipersoalkan dan banyak diperdebatkan, hingga mendapat stigma negatif. Waria sendiri dituntut harus tetap eksis dan sanggup berjuang dalam kehidupan mereka. Hal ini disebabkan oleh pemahaman mereka sebagai waria bahwa, identitas mereka bukanlah sebuah kepura-puraan. Identitas mereka sebagai waria yang memiliki jiwa dan rasa perempuan, harus mendapatkan pengakuan dan perhatian yang sama dengan perempuan lainnya. Salah satu simbol yang melekat dengan perempuan yaitu jilbab, yang digunakan sebagai alat untuk membuktikan identitas mereka. Hal ini tentu sangat bertolak belakang dengan pandangan masayarakat awam atas mereka. Sehingga permasalahan ini sangat menarik dan pantas untuk diteliti. Penelitian ini akan menjawab apa makna jilbab dan alasan waria menggunakan jilbab? Serta bagaimana pengaruh penggunaan jilbab bagi pengakuan identitas mereka di kehidupan sosial? Permasalahan tersebut akan dijawab lewat wawancara, dan observasi. Kemudian data yang didapat akan dianalisis dengan metode kualitatif, deskriptif-analisis dan pendekatan fenomenologi. Asumsi peneliti, bahwa penggunaan jilbab sebagai simbol perjuangan memberikan pengaruh positif pada waria secara khusus, setidaknya lebih mudah dalam menggunakan faslilitas umum atau publik. Pada akhirnya penggunaan jilbab dengan berbagai tujuan dan maknanya merupakan realitas kehidupan sosial keagamaan yang akan selalu dan terus berkembang.

[Transgender is another gender identity for common people. Apart from being considered as a weird, this identity was also questioned and  debated and sometimes it leads in a negative stigma. However, for them, being transgender is not about pretense or deception. People need to recognize and respect them as people with the women soul. One symbol attached to women is hijab. It is used as a tool to prove their identity as women. This problem is very interesting to study in order to find the meaning of the hijab the reasons to use the hijab? How does the influence of using the veil to their social recognition? These problems will be answered through interviews and observations. Then the data obtained will be analyzed by qualitative methods, descriptive analysis and phenomenological approaches. The assumptions of researcher is that the use veil is a symbol of struggle and gives a positive influence on trasgender in particular, at least it is easier for them to use public or public facilities. Hence, the use of the veil is not only about religious symbol, but has various purposes and meaning.]

Downloads

References

American Pshicological Association, Lesbian, Gay Parenting, USA Public Interest Directorate: 1975.

Andrian Liem, “Psikolog dan Waria, Ada Apa?” PDF artikel Temu Ilmiah Nasional Psikologi 2012 “Peran Psikologi dalam Mengelola Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia” Universitas Airlangga, 20-21 November 2012.

Arif Nuh Safri, “Penerimaan Keluarga terhadap Perjuangan Identitas 33 Waria/Transgender: Studi Kasus atas Waria/ Transgender di Pesantren Waria al-Fatah Yogyakarta” dalam Jurnal Nizham, vol. 05, no. 01, 2016.

Arif Nuh Safri, “Pergeseran Mitologi Jilbab dari Simbol Status ke Simbol Kesalehan/Keimanan” dalam Jurnal Musawa, vol. 13, no. 1, Januari 2014.

Arif Nuh Safri, “Pesantren Waria Senin-Kamis al-Fatah Yogyakarta (Sebuah Media Eksistensi Ekspresi Keberagamaan Waria), dalam Jurbal Esensia, vol. 15, no. 2, 2014.

Arif Nuh Safri, ‘Linearitas Nilai Ketuhanan dan Kemanusiaan (Studi Kasus Pengalaman Spiritual Waria di Pesantren Waria al-Fatah Yogyakarta), Jurnal Empirisma, vol. 26, no 1, 2017.

Fadwa El Guindi, Jilbab, antara Kesalehan, Kesopanan dan Perlawanan, trj. Mujiburrahman, Jakarta: Serambi, 2005.

Habib, Samar. Islam and Homosexuality. Amerika Serikat: ABC-CLIO. 2010.

Katherine Bullock, Rethingking Muslim Women and the Veil: Challenging Historical and Modern Stereotypes, USA, International Institut of Islamic Thought: 2010.

Koeswinarno, Hidup Sebagai Waria, Yogyakarta: LKiS, 2004.

Mental Health Facts for LGBT.pdf. Musdah Mulia, Islam dan Hak Asasi Manusia: Konsep dan Implementasi,Yogyakarta: Naufan Pustaka, 2010.

Nasaruddin Umar, “Antropologi Jilbab”, dalam Ulumul Qur’an, 1996, no. 5, vol. vi, O Murray dan Will Roescoe. Islamic Homosexualities: Culture, History, and Literature. New York and London: New York University Press, 1997.

Oetomo, Dede, dkk. Hidup sebagai LGBT di Asia: Laporan Nasional Indonesia: Indonesia: USAID dan UNDP, 2013.

Roland Barthes. Mitologi. Terj. Nurhadi dan A. Sihabul Millah. (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2009.

Shuniyya Ruhama Habiiballah, Jangan Lepas Jilbabku: Catatan Harian Seorang Waria, Yogyakarta: Galang Press, 2005.

Wawancara dengan Yuni Sara. Wawancara dengan Bunda Yetti.

Wawancara dengan Endang Wawancara dengan Karera.

Wawancara dengan Mami Vinolia.

Wawancara dengan Nur Ayu

Wawancara dengan Ola. Wawancara dengan Rully Malay.

Wawancara dengan Shela. Wawancara dengan Susi.

Wawancara Shinta Ratri.

Yossy Ayu Fajarina, “Studi Fenomena Tentang Pembentukan Ideal Diri Transgender di Daerah Yogyakarta” dalam Jurnal Keperawatan Respati Yogyakarta, vol. 4, no. 1, Januarai 2017.

Z. Fikri. “Kajian Semiotik”, dalam http://enikkirei. multiply.com/journal?&page_start=40

Downloads

Published

2019-01-31

Issue

Section

Articles
Abstract Viewed = 1111 times | PDF downloaded = 770 times