https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/issue/feed Musãwa Jurnal Studi Gender dan Islam 2025-02-08T08:55:44+07:00 Witriani pswsuka@yahoo.co.id Open Journal Systems <p>Musãwa Journal of Gender and Islamic Studies was first published in March 2002 by <a href="http://psw.uin-suka.ac.id/">PSW (Pusat Studi Wanita) </a>Sunan Kalijaga Yogyakarta under contribution with the Royal Danish Embassy Jakarta. In 2008, published twice a year in collaboration with <a href="https://asiafoundation.org/where-we-work/indonesia/">TAF (The Asia Foundation)</a>, namely January and July.</p> <p>Musãwa Journal is a study of gender and Islam especially on gender mainstreaming and child rights both in the study of texts in the Qur’an and Hadith, figures and thoughts, history and repertoire, classical and contemporary literature as well as socio-cultural studies. All concentrations are in the context of Indonesia and other countries in Southeast Asia within the framework of unified NKRI, based on Pancasila.</p> <p>Musãwa Journal has been published by PSW UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta since 2002. Initiated by lecturers, gender activists and Islamic studies scholars of PTKI ( Higher Education of Islamic Religion) Musãwa has regularly published academic works and researches on gender and Islam for almost two decades. Now, the Journal extends its studies with Children and Human Rights (HAM). All studies are still in the context of gender and its mainstreaming. Through the studies hopefully, the Musawa journal can be part of the implementation of gender mainstreaming in the context of Indonesian society.</p> <p> </p> https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/3154 Exploring Parental Engagement In Child Sexual Abuse: The Mothers Experiences To Take Care In Indonesian Families 2023-07-20T10:45:01+07:00 Sri Wahyuningsih wahyuningsih@iainkudus.ac.id <p><strong>Abstrak</strong><em><br /></em>Kasus pelecehan seksual terhadap anak meningkat di beberapa negara termasuk Indonesia. Oleh karena itu, orang tua sebagai pendidikan pertama bagi anak mempunyai peran utama dalam pencegahan. Hal ini melibatkan orang tua dalam pengasuhan. Kajian tentang pelecehan seksual telah dilakukan oleh beberapa ulama, Meskipun demikian, studi tersebut kurang mengeksplorasi keterlibatan orang tua terkhusus bagi seorang ibu. Oleh karena itu, Tulisan ini berupaya untuk memberikan pengalaman orang tua dalam pencegahan pelecehan seksual terhadap anak. Dengan menggunakan metode inkuiri naratif, data ini dikumpulkan melalui wawancara naratif terhadap enam ibu di Jawa Tengah Indonesia. Penemuan hasil wawancara mengungkapkan bahwa orang tua harus andil dalam pengenalan pendidikan seks kepada anak. Hal ini, orang tua menjadi teladan bagi anak dalam pengenalan seksualitas. Orang tua wajib menjalin komunikasi yang baik tentang keselamatan diri anak pada pemahaman seksualitas. Orang tua dituntut mengajarkan dan membimbing pemahaman tentang ajaran agama yang dalam atau deep education serta pelibatan media social untuk mempermudah komunikasi. Artikel ini menjelaskan tentang peran tanggung jawab pemerintah dalam pengambil kebijakan pada seksualitas issu. Hal ini menghimbau pemerintah agar bisa memberikan lokakarya atau pelatihan pencegahan pelecehan seksual anak kepada orang tua. Kegiatan itu bisa berkolaborasi antara sekolah dan orang tua dalam mitigasi dan pencegahan pelecehan seksual anak.</p> <p> <strong>Kata Kunci:</strong> Pelecehan Seksual Anak, Keluarga Indonesia, Orang Tua, Pembuat Kebijakan </p> <p><em>[Child sexual abuse (CSA) is an increasing concern in many countries, including Indonesia. In this context, parents—who serve as primary educators and role models for their children—play a crucial role in preventing sexual abuse. The responsibility is deeply rooted in the values and practices of parenting. While previous studies have examined various aspects of sexual abuse, limited research has focused on parental engagement within the Indonesian context, particularly across families of diverse backgrounds. Moreover, the implications of such engagement have yet to be thoroughly investigated. The present study seeks to explore the experiences of Indonesian parents, especially mothers, in their efforts to prevent child sexual abuse through active parental engagement. Adopting a narrative inquiry approach, data were collected through in-depth interviews with six mothers from different regions in Indonesia. The findings indicate that parents employ a range of strategies to engage in the prevention of CSA. These include providing children with sex education, serving as positive role models, fostering open and supportive communication about personal safety, instilling religious and moral values, and guiding children in the responsible use of social media. This study highlights the need for comprehensive efforts to support parental involvement in CSA prevention. It suggests that the Indonesian government and policymakers should offer targeted training programs or workshops for parents across sectors. Furthermore, the study emphasizes the importance of collaborative efforts among families—particularly mothers and fathers—schools, and government institutions, to establish a united front against child sexual abuse.]</em></p> <p> <em><strong>Keywords:</strong> Child Sexual Abuse, Indonesian Families, Parents, Policymakers</em></p> <p> </p> 2025-02-10T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Sri Wahyuningsih https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/4137 Women's Leadership In Islamic Da’wah: A Comparative Study Of 'Aisyiyah And Muslimat NU's Role. 2025-02-08T08:55:44+07:00 Muhammad Choirin muhammad.choirin@umj.ac.id Mowafg Abrahem Masuwd masuwd@zu.edu.ly Imron Baehaqi imron.baehaqi@uhamka.ac.id Kurniawan Kurniawan kurniawan@umj.ac.id Fouad Larhzizer naser.ali@uob.edy.ly Ahmad Fihri ahmad_fihri@uhamka.ac.id <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Studi ini mengkaji peran dan partisipasi perempuan dalam dakwah Islam dan kepemimpinan melalui dua organisasi perempuan Muslim terbesar di Indonesia, Aisyiyah (yang berafiliasi dengan Muhammadiyah) dan Muslimat Nahdlatul Ulama (NU). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara kritis bagaimana kedua organisasi ini berkontribusi dalam mempromosikan Islam moderat dan memberdayakan perempuan Muslim di masyarakat modern. Dengan pendekatan kualitatif menggunakan teknik perbandingan dan eksploratif, penelitian ini mengacu pada literatur yang ada untuk menyoroti peran penting perempuan dalam membentuk nilai-nilai sosial dan membina generasi pemimpin berikutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan memainkan peran penting dalam dakwah, baik sebagai peserta aktif maupun pendukung inisiatif dakwah suami mereka. Kontribusi mereka sangat penting dalam mempercepat kegiatan dakwah dan memperkuat ajaran Islam dalam konteks kontemporer. Selain itu, studi ini menekankan pentingnya kedua organisasi ini dalam menghadapi tantangan sosial, seperti mempromosikan moderasi dan memberdayakan perempuan di tengah dinamika sosial dan budaya yang berubah. Dengan mengisi kekosongan penelitian sebelumnya, studi ini menawarkan wawasan baru tentang kepemimpinan dan kontribusi perempuan dalam dakwah, dengan implikasi praktis dan akademik bagi dakwah Islam modern dan pengembangan komunitas.</p> <p> <strong>Kata Kunci:</strong>Muballighah, Dakwah, Ormas Islam Permpuan, Kepemimpinan Perempuan</p> <p><em>[This study examines the leadership roles and participation of female preachers in Islamic da’wah and leadership through two of Indonesia's largest Muslim women's organizations, 'Aisyiyah (affiliated with Muhammadiyah) and Muslimat Nahdlatul Ulama (NU). The study aims to critically analyze how these organizations contribute to promoting moderate Islam and empowering Muslim women in modern society. Using a qualitative approach with comparative and exploratory techniques, the research draws on existing literature to highlight the significant roles of women in shaping societal values and nurturing the next generation of leaders. The findings reveal that women play integral roles in da’wah, both as active participants and supporters of their husbands' da’wah initiatives. Their contributions are essential in advancing da’wah activities and reinforcing Islamic teachings in contemporary contexts. Furthermore, the study emphasizes the importance of these organizations in addressing societal challenges, such as promoting moderation and empowering women amid shifting cultural and social dynamics. By bridging gaps in previous research, this study offers new insights into the leadership and contributions of women in da’wah, with both practical and academic implications for contemporary Islamic preaching and community development.</em></p> <p><em><strong>Keywords: </strong>Muballighah, Da’wah, Islamic Women’s Organizations, Women’s Leadership and Empowerment.]</em></p> <p> </p> <p><br /><br /></p> 2025-02-25T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Muhammad Choirin, Mowafg Abrahem Masuwd, Imron Baehaqi, Kurniawan Kurniawan, Fouad Larhzizer, Ahmad Fihri https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/3530 Superstition Mitigation Of Pregnant Women In Malay Riau 2024-08-23T12:55:12+07:00 Erni erni@edu.uir.ac.id Ridha Hasnul Ulya ridhasnulya@fbs.unp.ac.id <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Tulisan ini membahas klasifikasi makna dan tipologi fungsi dalam superstisi yang berkaitan dengan kelahiran, masa bayi, dan masa kanak-kanak di kalangan masyarakat Melayu Muslim di Riau. Paper ini mengidentifikasi makna denotatif dan konotatif yang terkandung dalam kepercayaan-kepercayaan tradisional tersebut, sekaligus menyoroti peran dalam bimbingan perilaku serta pelestarian nilai-nilai budaya. Makna denotatif memberikan informasi faktual, terutama terkait kesehatan ibu dan anak, sementara makna konotatif membawa unsur emosional, moral, dan spiritual. Tipologi fungsi dalam superstisi bertujuan memperkuat keyakinan religius, merefleksikan harapan kolektif, mendidik anak-anak, menjelaskan fenomena alam, dan memberikan hiburan pada masa-masa sulit. Superstisi tidak hanya merupakan warisan budaya, tetapi juga mekanisme informal untuk pengendalian sosial dan pendidikan. Artikel ini menekankan hal penting memahami kepercayaan lokal dalam rancangan intervensi kesehatan yang sensitif terhadap budaya. Dengan mempertemukan pengetahuan tradisional dan praktik modern, tulisan ini turut memberikan kontribusi pada wacana tentang folklore, pelestarian budaya, dan pelayanan kesehatan berbasis komunitas dalam konteks masyarakat Melayu kontemporer.</p> <p><strong>Kata kunci: </strong>Taksonomi Makna, Tipologi Fungsi, Superstisi</p> <p><em>[This study examines the taxonomy of meaning and typology of functions in superstitions under to birth, infancy, and childhood within the Malay Muslim in Riau. The paper talks denotative and connotative meanings in superstitious faith, while sees under education of kindness act and Tradition cultur saving. Denotative meanings provide factual advice, particularly concerning maternal and child health, while connotative meanings carry emotional, moral, and significance spiritual act. The typology of functions reveals that superstitions is reinforcing religious emotions, projecting societal desires, educating children, explaining natural phenomena, and offering comfort during crises. These faith functions are not only as intangible treasure cultural but also as informal edification process of social control and education. The article sees the importance of understanding local faith in culturally sensitive under early health interventions. With the traditional knowledge and modern practices, this study talks to telling folklore, to saving cultural heritage, and to serving community-based healthcare in Malay society.</em></p> <p><em><strong>Keyword: </strong>Taxonomic Of Meaning, Typology Of Functions, Superstition</em></p> 2025-03-02T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Erni, Ridha Hasnul Ulya https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/3153 Deconstruction Of Gender Issue: Women’s Position In Rights On Religious Texts 2023-07-20T10:46:12+07:00 Illy Yanti illyyanti@uinjambi.ac.id rahmi hidayati rahmihidayati@uinjambi.ac.id Yuliatin yuliatin@uinjambi.ac.id Mahluddin mahluddin@uinjambi.ac.id <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Artikel ini menunjukkan bahwa teks suci agama banyak ditemui penjelasan tentang persamaan posisi dan hak baik untuk laki-laki dan perempuan. Namun, fakta dilapangan tidak sesuai dengan prinsip keadilan, kesetaraan, dan persamaan dimata hukum sebagai akibat dari penafsiran yang bias. Artikel ini merespons kekosongan dalam literatur sebelumnya yang terkesan adanya pembodohan terhadap perempuan baik dalam ranah privat maupun publik, dan bertujuan menghapus kekeliruan dalam memahami teks-teks suci dengan upaya pembacaan ulang teks agama. Artikel ini menggunakan teori dekonstruksi Jacques Derrida dalam membaca ulang teks. Penulis ingin menunjukkan bahwa menggunakan dekonstuksi Derrida mampu mempengaruhi gaya berpikir seseorang ketika memahami suatu makna dalam menemukan konteks tetapi tidak berakhir dan terus berkelanjutan. Kemudian, dekonstruksi teks tersebut dapat menenetapankan hukum dari pendapat fuqaha yang memenuhi kebutuhan dan dinamika masyarakat. Perlu membangun pemahaman di masyarakat dengan ajaran fiqh dalam teks yang harus ditafsirkan dengan realitas sosial (fiqh al waqi’). Pemahaman fiqh ini mengejawantahkanbudaya di masyarakat dan menghilangkan kesan bahwa fiqh lebih cenderung lahir dari relasi kuasa patriarki.</p> <p><strong>Kata Kunci</strong>: Dekonstruksi, Fikih Gender, Posisi dan Hak-hak Perempuan, Teks-teks Keagamaan</p> <p><em>[This article provides many explanations about the equal positions and rights of men and women. However, in fact, this reality is not alway based on the principles of justice and equality in the eyes of the law as a result of biased interpretation. This study responds to a Lacuna in the previous literature that tends to emphasize the seeming dumbing down of women in both the private and public spheres. This article aims to erase the misunderstanding of sacred texts, by attempting to re-read religious texts. This article uses Jacques Derrida's deconstruction theory in re-reading the text. The author wants to show that using Derrida's deconstruction is able to influence one's thinking style when understanding a meaning in finding a context but not ending and continuing. Then, the deconstruction of the text can establish the law of the fuqaha opinion that meets the needs and dynamics of society. It is necessary to build understanding in society with the teachings of fiqh in the text that must be interpreted with social reality (fiqh al-waqi'). This understanding of fiqh embodies the culture in society and eliminates the impression that fiqh is more likely to be born from patriarchal power relations.</em></p> <p><em><strong>Keywords</strong>: Deconstruction, Gender Fiqh, Women's Position and Rights, Religious Texts.]</em></p> 2025-03-20T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Illy Yanti, rahmi hidayati, Yuliatin, Mahluddin https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/3199 Social Raw And Women Bodies Identities In Post-Contemporary Transhumanism 2023-10-02T14:39:16+07:00 Shinta Nurani shinta.nurani@uingusdur.ac.id <p><strong>Abstrak</strong></p> <p><strong> </strong>Artikel ini membahas isu tubuh perempuan dalam pergeseran nalar humanisme pada nalar transhumanisme post-kontemporer yang berkaitan fatwa dalam interpretasi identitas gender. Salah satu akar ketidakadilan terhadap perempuan dalam tafsir klasik berasal dari stereotip yang cenderung merendahkan perempuan. Tulisan ini menggunakan cara kualitatif fenomenologis dengan epistemologi sosial-kritis-transformatif. Teknik pengumpulan data ini mendokumentasikan data dengan analisis isi. Paper ini menyajikan kritik terhadap tubuh perempuan dalam nalar Transhumanisme Post-Kontemporer, yang terbuka pada habit of mind dan absen terhadap sami'na wa atha'na tanpa proses berpikir, berargumen, dan perenungan. Kritik kedua mengekspolasi Fatwa MUI Nomor 24 Tahun 2017 tentang Peraturan dan Pedoman Muamalah Melalui Media Sosial dalam pembatasan hukum haram dalam postingan konten yang bersifat pribadi ke publik. Hal ini mensikapi kontroversi pose pada aurat tubuh dengan kontekstualisasi interpretasi untuk menjaga fitrah manusia dari pandangan fitnah dan nafsu. Perdebatan terakhir menjelaskan tubuh sebagai subjek yang harus dihargai sebagai anugerah dalam pemanfaatan aktualisasi diri sebagai makhluk biologis, spiritual, dan intelektual.</p> <p><strong>Kata Kunci:</strong> Media Baru, Tubuh Perempuan, Fatwa, Identitas Gender, Transhumanisme Post-Kontemporer</p> <p><em>[This paper discusses gender issues about the female body in the humanist problem towards post-contemporary transhumanism with an exegesis fatwa on gender identity interpretation. One of the roots of injustice against women in the classical interpretation stems from stereotypes that tend to demean women. This Article is a phenomenological qualitative study with social-critical-transformative with epistemology role. The data collection technique uses a documentation study under content Social raw analysis. This paper talks about women's bodies in Post-Contemporary Transhumanism with a habit of mind and delay of sami'na wa atha'na with spontaneity reaction. The second critic sees MUI’s Fatwa Number 24 of 2017 concerning Law and Guidelines for Muamalah through social media under Islamic law as haram, announced under private content in Social Raw. It responds to the debate of women's social media posts on Aurat (private women's bodies) with the contextualization of interpretation to protect human nature from slander and lust. The last critic put the body as a subject for appreciative self-actualisation act in biological being, spiritual being, and intellectual being.</em><br /><br /><em><strong>Keywords: </strong>Social Media, Women's Body, Fatwa, Gender Identity, Post-Contemporary Transhumanism.]</em></p> 2025-05-05T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Shinta Nurani https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/4099 Gender Apartheid In Afghanistan: Analysis Discrimination Against Women's Rights Under The Taliban Regime (2021-2023) 2025-01-18T10:40:19+07:00 Nayes Pritania nayespritania@gmail.com Muhammad Nasir muhammadnasir@uinib.ac.id Johan Septian Putra johan.albusyro@gmail.com Nafisah Ilham Hussin nafisah@fsk.upsi.edu.my <p><strong>Abstra</strong><strong>k</strong></p> <p>Artikel ini mengkaji kesetaraan gender dan diskriminasi sistemik yang dialami oleh perempuan di bawah rezim Taliban di Afghanistan pada periode 2021 hingga 2023. Studi ini memberikan analisis kritis terhadap kebijakan-kebijakan Taliban, dengan menyoroti dampak merugikan terhadap hak-hak perempuan, akses terhadap pendidikan, peluang kerja, dan partisipasi dalam kehidupan publik. Dengan menggunakan metode deskriptif dan pendekatan studi kasus, penelitian ini mengandalkan data sekunder yang diperoleh melalui tinjauan pustaka terhadap artikel ilmiah, jurnal, dan laporan terkait. Temuan menunjukkan bahwa kebijakan Taliban membentuk suatu bentuk apartheid gender yang terlembagakan, yang tidak hanya melanggar standar hak asasi manusia internasional, tetapi juga prinsip-prinsip dasar keadilan dan kesetaraan dalam Islam. Selain itu, praktik diskriminatif ini secara signifikan menghambat pembangunan sosial-ekonomi di Afghanistan. Artikel ini menekankan urgensi pengakuan apartheid gender sebagai kejahatan internasional dan menyerukan upaya global yang terkoordinasi untuk mengatasi serta mencegah pelanggaran sistemik semacam ini. Penelitian ini berkontribusi pada diskursus yang lebih luas mengenai kesetaraan gender dan mendorong reformasi kebijakan yang menjamin keadilan serta kesetaraan hak bagi perempuan di Afghanistan dan wilayah lainnya.</p> <p><strong>K</strong><strong>ata kunci:</strong> Gender Apartheid, Perempuan, Afghanistan Rezim Taliban</p> <p><em>[This article examines gender equality and the systemic discrimination faced by women under the Taliban regime in Afghanistan from 2021 to 2023. It offers a critical analysis of the Taliban’s policies, emphasizing their detrimental effects on women's rights, access to education, employment opportunities, and participation in public life. Employing a descriptive method and a case study approach, the study draws on secondary data gathered through a comprehensive literature review of scholarly articles, journals, and reports. The findings reveal that the Taliban's policies constitute a form of institutionalized gender apartheid, violating both international human rights standards and core Islamic principles of justice and equality. Furthermore, the study argues that these discriminatory practices significantly impede Afghanistan’s socio-economic development. The article highlights the urgent need to recognize gender apartheid as an international crime and calls for coordinated global efforts to address and prevent such systemic violations. This research contributes to the wider discourse on gender equality and advocates for policy reforms that promote justice and equal rights for women in Afghanistan and beyond.</em></p> <p><em><strong>Keyword: </strong>Gender Apartheid, Women, Afghanistan, the Taliban Regime ] </em> </p> 2025-06-09T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Nayes Pritania, Muhammad Nasir, Johan Septian Putra, Nafisah Ilham Hussin https://ejournal.uin-suka.ac.id/pusat/MUSAWA/article/view/3657 From Victim To Perpetrator: Comparing The Shift Of Rape Narrative Focus In Audrie & Daisy (2016) And Photocopier (2021) 2024-11-08T13:05:14+07:00 Viana Aulia Pratiwi 21101050082@student.uin-suka.ac.id Danial Hidayatullah danial.hidayatullah@uin-suka.ac.id <p><strong>Abstrak</strong></p> <p>Meski berbeda latar belakang - Amerika dan Indonesia - seperti sosio-kultural, dan tingkat pendidikan, namun pelaku pelecehan dalam Audrie &amp; Daisy (2016) dan Photocopier (2021) patut ditelusuri lebih lanjut dengan asumsi bahwa teks dunia pertama berbeda dengan teks dunia ketiga dalam kaitannya dengan wacana perempuan sebagai subjek dan agen. Mengungkap bagaimana pergeseran fokus naratif dalam representasi pelaku kekerasan seksual dari korban menjadi pelaku sehingga eksistensi pelaku sebenarnya tidak menjadi “tidak teridentifikasi.” Kajian kualitatif ini mengidentifikasi narasi pemerkosaan melalui wacana dalam konstelasi relasi gender antara pelaku seksual dengan korban atau penyintas. Membandingkan konstruksi wacana pelaku dalam narasi pemerkosaan dengan teori representasi Stuart Hall yang mengkaji narasi dan wacana film, representasi sosiokultural, dan representasi pelaku kekerasan seksual. Di Indonesia, pelaku laki-laki, dengan segala keistimewaan dan statusnya, menempati posisi yang lebih tinggi dibandingkan perempuan yang menjadi penyintas. Pelaku yang tidak dihukum menempatkannya dalam hierarki lebih tinggi di Amerika. Nilai-nilai otonomi individu yang dijunjung tinggi dalam budaya Amerika menempatkan laki-laki pada posisi hegemonik, sedangkan di Indonesia, dengan nilai-nilai keterlekatan sosialnya, narasinya terlihat kuat dalam mengorbankan perempuan demi kepentingan kelompok. Wacana yang dapat diidentifikasi tidak hanya memberikan kekuatan narasi terhadap pemerkosa tetapi juga rasa tidak terkutuk atau simpati dari pembaca.</p> <p><strong>Kata Kunci: </strong>Pemerkosaan, Pelaku, Studi Banding, Amerika, Indonesia, Narasi</p> <p><em>[Although the backgrounds are different - America and Indonesia - such as sociocultural and education levels, the perpetrators of sexual harassment in Audrie &amp; Daisy (2016) and Photocopier (2021) are worth exploring further, with the assumption that first-world texts are different from third-world texts with the discourse of women as subjects and agents. How the shift in narrative focus in the representation of perpetrators of sexual violence from victims to perpetrators, so that the existence of the perpetrators does not become "unidentified is a critical point of view of this study." This qualitative study identifies rape narratives through discourse in the constellation of gender relations between sexual perpetrators and victims or survivors. Comparing the construction of the perpetrator's discourse in the rape narrative with Stuart Hall's theory of representation that examines film narratives and discourses, representations of sociocultural and sexual perpetrators. In Indonesia, male perpetrators, with all their privileges and status, occupy a higher position than female survivors. Perpetrators who are not punished are placed in a higher hierarchy in America. The values ​​of individual autonomy that are upheld in American culture place men in a hegemonic position, while in Indonesia, with its values ​​of social attachment, the narrative is seen as strong in sacrificing women for the benefit of the group. Identifiable discourses not only provide narrative power to rapists but also a sense of not being condemned or sympathetic by the reader.</em></p> <p><em><strong>Keywords: </strong>Rape, Perpetrator, Comparative Study, America, Indonesia, Narrative.]</em></p> 2025-06-26T00:00:00+07:00 Copyright (c) 2025 Viana Aulia Pratiwi, Danial Hidayatullah