Rekognisi Sosial-Keagamaan Antara Umat Buddha dan Islam Analisis Polemik Fenomena 44 Biksu di Masjid Baiturrohman, Temanggung

Main Article Content

Effendi Chairi

Abstract

Penelitian ini mencoba memberikan analisis teoritis terhadap fenomena 44 biksu yang sedang melaksanakan spiritual thudong yang singgah di Masjid Baiturrohman Temanggung. Fenomena tersebut menjadi viral lantaran polemik yang tercipta akibat respon Cholil Nafis terhadap fenomena tersebut. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif untuk memberikan penjelasan yang utuh dan menyeluruh dengan memanfaatkan sumber-sumber dokumentasi dari berbagai media digital. Data-data dari lapangan menujukkan dua kondisi; pertama, kondisi kerukunan yang tercipta diantara pengurus masjid Baiturrohman dan warga setempat dengan para biksu. Kedua, kondisi ketegangan yang tercipta akibat respon Cholil Nafis yang menganggap kebablasan dalam berperilaku toleran kepada umat beragama lain yang berbeda. Melalui data tersebut, hasil analisis penelitian ini menjukkan dua model rekognisi terhadap orang lain yang berbeda. Pertama adalah model pengakuan bersyarat yang menuntut kesamaan atribusi kultural dan agama. Dalam kata lain, jika atribusi dan habituasinya berbeda, maka batas-batas tertentu harus dihindari walaupun bukan dalam bidang akidah dan ibadah. Hal ini tergambar dari respon Cholil Nafis dalam penerimaannya terhadap kelompok Biksu. Kedua adalah model kesaling-pengakuan satu sama lain (mutual recognition) yang melampaui atribusi kultural dan agama masing-masing. Hal ini tergambar dari penyambutan kelompok Islam terhadap para biksu dengan penuh penghormatan dan rasa persaudaraan. Keduanya tidak mempersoalkan keagamaan dan perbedaan habituasinya.


This research attempts to present a theoretical analysis of the phenomenon of 44 monks performing spiritual thudong who visited at Baiturrohman Mosque in Temanggung. The phenomenon went viral because of a polemic created by Cholil Nafis' response to the phenomenon. This research was conducted using a qualitative approach to provide a complete and comprehensive explanation by utilising documentary sources from various digital media. The data from the ground shows two conditions; first, the harmony created between takmir of Baiturrohman and local residents with the monks. Second, the tension created by the response of Cholil Nafis who considers it too much to behave tolerantly towards people of different religions. Through these data, the results of this research analysis show two recognition models of the others. The first is a partial recognition that requires similarities in cultural and religious attributions. In other words, if the attributions and habituasions are different, then certain boundaries must be avoided although not matter of creed and worship. This is shown by Cholil Nafis's response in his acceptance of the Monks group. The second is a mutual recognition that is beyond the cultural and religious attributions of each. This is shown in the Islamic group's welcoming of the monks with a sense of respect and brotherhood. Both do not question the religious and habitual differences

Article Details

Section
Articles