FAKTOR PENYEBAB KONFLIK TANAH ULAYAT ANTARA PELADANG PENDATANG VS MASYARAKAT ADAT DI DESA TAMIAI KABUPATEN KERINCI
License
Authors who publish with JSR agree to the following terms:- Authors retain copyright and grant the journal right of first publication with the work simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution License that allows others to share the work with an acknowledgement of the work's authorship and initial publication in this journal.
- Authors are able to enter into separate, additional contractual arrangements for the non-exclusive distribution of the journal's published version of the work (e.g., post it to an institutional repository or publish it in a book), with an acknowledgement of its initial publication in this journal.
- Authors are permitted and encouraged to post their work online (e.g., in institutional repositories or on their website) prior to and during the submission process, as it can lead to productive exchanges, as well as earlier and greater citation of published work (See The Effect of Open Access).
How to Cite
Abstract
The level of conflict between local inhabitants and settlers in the village of Tamiai, Kerinci regency is quite high. The causes of the conflicts are also varied, ranging from local elections, village sentiments, claims for the ownership of ulayat lands. The last conflict, ulayat lands, has been occurring for more than two years, which reached its critical period in March 2018 when 72 motorcycles were burned and several people injured and hospitalized. The conflict was triggered by unsatisfactory decision made by two parties, locals and sttlers, in overcoming the problem of ownership claim upon ulayat lands which has been used for years by settlers. In this case the costumary institution was unable to provide a win-win solution for both parties. Throughout this paper, we will show how the local government should take more initiative for conducting dialogue among both parties. A crucial role of the local government in replacing the position of costumary institution in overcoming the conflict should be a good lesson learned for other similar cases.
Tingkat konflik antar warga, khususnya antara pendatang dan warga lokaldi Kabupaten Kerinci bisa dikatakan cukup tinggi. Penyebab terjadinya konflik tersebut juga bermacam-macam, seperti: konflik pemilu, konflik perkelahian antar desa serta konflik perebutan tanah ulayat. Konflik tanah ulayat sendiri sudah berlangsung selama kurang lebih 2 tahun, dengan puncak konflik berupa perebutan tanah ulayat yang teerjadi pada bulan Maret 2018, yaitu terjadinya bentrokan luar biasa antar kedua belah pihak mengakibatkan terjadinya pembakaran kendaraan roda dua sebanyak 72 unit dan korban luka yang terkena senjata tajam maupun lemparan batu. Penyebab terjadinya konflik karena ketidakpuasan kedua belah pihak terhadap penyelesaian masalah yang terjadi. Konflik terjadi karena ketidakmampuan pihak lembaga adat serta adanya ego dari masing-masing kelompok yang tinggi dalam menyelesaian permasalahan yang terjadi. Sampai saat ini berbagai cara sudah dilakukan, namun tidak ada jalan keluar atau solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Dalam hal ini, penyelesaian melalui mediasi Pemerintah Daerah Kabupaten Kerinci perlu untuk dilakukan dengan tujuan agar konflik ini benar-benar selesai tanpa ada kerugian bagi pihak yang berkonflik.
Keywords:
Customary, Ulayat Land, Conflict Society, KerinciReferences:
Acep Supriadi Wahyu dan Mariatul Kiptiah. 2016. Identifikasi Konflik Perebutan Tanah Adat di Daerah Lahan Basah Kabupaten Banjar. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Th. 1, Nomor 1, Juni: 1-6.
Hugh Miall, D. (2002). Resolusi Damai Konflik Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pers.
Inosentius Samsul. 2014. Penguatan Lembaga Adat Sebagai Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (Studi Terhadap Lembaga Adat Di Kabupaten Banyu Asin, Sumsel dan di Provinsi Papua). NEGARA HUKUM: Vol. 5, No. 2, November 2014: 127-142.
Iskandar Zakaria. (1984). Tambo Sakti Alam Kerinci. Jakarta: Proyek Penerbitan buku Sastra Indonesia dan Daerah.
Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003 tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan.
Moh, Nazir. (2011). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia.
Novri Susan. 2010. Pengantar Sosiologi Konflik dan Isu-Isu Konflik Kontemporer. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Putra, P AA. 2009. Meretas Perdamaian Dalam Konflik Pilkada Langsung. Yogyakarta:Gava Media.
Pruitt, Dean G dan Jeffrey Z. Rubin. 2009. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ritha Safithri. 2011. Mediasi Dan Fasilitasi Konflik Dalam Membangun Perdamaian. Jurnal ACADEMICA Fisip Untad VOL.03 No. 02 Oktober.
Ritzer, George, dan J. Goodman, Douglas. 2008. Teori Sosiologi Modern (Edisi Keenam). Jakarta: Kencana.
Rusmadi Murad. 2007. Menyingkap Tabir Masalah Pertanahan, Mandar Maju. Bandung.
Soekanto, Soerjono. 2006. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Perdsada.
Supohardjo. 2000. Inovasi penyelesaian sengketa pengelolaan sumber daya hutan. Pustaka Latin. Bogor.
Susi Fitria Dewi. 2010. Oral tradition in the study of ulayat land disputes in West Sumatra. Wacana, Vol. 12 No. 1 (April): 70-84.
Welda Ningsih, Dian Kurnia Anggreta & Rinel Fitlayeni. 2013. Konflik Tanah Ulayat antara Kamanakan Malakok Vs Niniak Mamak Suku Tobo di Nagari Padang Laweh, Kec. Koto VII, Kab. Sijunjung. Jurnal Ilmu Sosial Mamangan, Volume II Nomor 1, Januari-Juni: 49-59.
Wirawan. 2009. Konflik dan Manajemen Konflik: Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta: Salemba Humanika.
Yunasril Ali, dkk. (2015). Adat Bersendi Syara’ Sebagai Fondasi Membangun Masyarakat Madani di Kerinci. Kerinci: STAIN KERINCI PRESS.