Tunggu Tubang: Marginalisasi Perempuan Semende

Authors

  • Zainal Arifin Universitas Andalas
  • Maskota Delfi Universitas Andalas
  • Sidarta Pujiraharjo Universitas Andalas

DOI:

https://doi.org/10.14421/musawa.2017.162.236-247

Keywords:

tunggu tubang, meraje, kekuatan, marginalisasi, politik gender

Abstract

Semende ataupun komunitas Semendo adalah sebuah kelompok etnik yang tinggal di daerah pegunungan Sumatra Selatan. Sebuah aspek penting dari kultur kehidupan mereka adalah tunggu tubang. Menurut tradisi, kekayaan keluarga yang terdiri dari rumah keluarga dan lahan pertanian, akan diserahkan kepada anak perempuan tertua dalam setiap generasi. Artikel ini bertujuan untuk menjelaskan tradisi tunggu tubang sebagai identitas yang unik yang membedakan komunitas Semende dengan komunitas lain. Disamping untuk menjaga keberlangsungan komunitas, tunggu tubang juga sebagai alat legitimasi untuk kontrol kekuasaan gender oleh laki-laki di masyarakat. Tunggu Tubang sebagai alat legitimasi laki-laki terbukti dari penempatan perempuan “atas nama adat” tampaknya memiliki kekuatan. Maka, komunitas Semende dikenal menggunakan sistem matrilineal. Bagaimanapun, tunggu tubang menguatkan posisi laki-laki yang memposisikan dirinya sebagai meraje, yang “atas bama adat” juga dianggap berhak untukk mengontrol (seringkali sewenang-wenang) keberlanjutan tunggu tubang.

[The Semende or also known as Semendo communities are a distinctive ethnic group residing in the mountainous areas of South Sumatra Province. An important aspect of their cultural life is known as tunggu tubang. According to tradition the family’s property, which consist of family house and agricultural fields, are passed on to the eldest daughter in each generation. This article attempts to explain the position of tunggu tubang as a unique identity differentiator of the Semende communities in contrast with other communities. Besides a means to protect the community’s survival, tunggu tubang has developed at the same time as a tool of legitimacy of political gender power control by males in the community. Tunggu tubang as a tool of legitimacy of men is evident from the placement of women “in the name of custom” seem to have power, so the community is often legitimized Semende as matrilineal. However, tunggu tubang is strengthening the position of the man who positioned himself as meraje that “in the name of custom” is also considered to be entitled to control (often arbitrarily) tunggu tubang sustainability.]

Downloads

Download data is not yet available.

Author Biography

Zainal Arifin, Universitas Andalas

Koordinator program magister antropologi universitas andalas, padang.

References

Arifin, Zainal. Paradoks Matrilineal: Pola Kekuasaan dan Penguasaan Sumberdaya (Kasus Minangkabau dan Semende). Jakarta: Hibah Penelitian Kompetensi DIKTI, 2015.

Arifin, Zainal. Politik Identitas Laki-Laki Minangkabau: Kasus Lembaga Adat Laki-Laki di Minangkabau. Jakarta: Hibah Penelitian Stranas Dikti, 2013.

Arifin, Zainal. Talang: Sistem Klasifikasi dan Pola Adaptasi Suku Bangsa Ogan dalam Proses Pembentukan dan Penataan Pemukiman Baru (Tesis Magister Antropologi). Universitas Gadjah Mada, Yogakarta, 1998.

Guspitawaty, Elita. Penyimpangan Sistem Pewarisan yang Terjadi pada Masyarakat Hukum Adat Semendo Pulau Beringin Kabupaten OKU, Propinsi Sumatera Selatan (Tesis Magister Kenoktariatan). Universitas Diponegoro, Semarang, 2002.

Iskandar. Kedudukan Anak Tunggu tubang dalam Pewarisan Masyarakat Adat Suku Semendo di Kota Palembang (Tesis Magister Kenoktariatan). Universitas Diponegoro, Semarang, 2003.

Mattison, Siobhán M. (2011). “Evolutionary Contributions to Solving the Matrilineal Puzzle”. Human Nature: An Interdisciplinary Biosocial Perspective, 22 (1-2) (2011): 64-88.

Moyer, David S. “South Sumatra in the Indonesia Field of Anthropological Study” in J.P.B. de Josselin de Jong (eds). Unity in Diversity. Dordrecht-Holland. Foris Publication (1984): 88-99.

Praditama, M.R. “Sikap Masyarakat Terhadap Adat Tunggu tubang di Desa Pulau Panggung Kecamatan Semende Sarat Laut, Kabupaten Muara Enim”. Jurnal Kultur Demokrasi, Vol. 1 No. 5 (2013): 4.

Saputro, A. R & Wirawan, Bintang. (2013). Persepsi Masyarakat Semende Terhadap Pembagian Harta Warisan dengan Sistem Tunggu tubang Jurnal Sosiologi, Vol. 15 No. 1 (2013): 51-62.

Setiawan, Robbi. Status Dan Peranan Tunggu tubang Serta Perubahannya Pada Masyarakat Semende Desa Muara Tenang Kecamatan Semende Darat Tengah Kabupaten Muara Enim (Skripsi Jurusan Sosiologi). Universitas Sriwijaya, Palembang, 2013.

Laporan

Arifin, Zainal. “Kebudayaan dan Warisan Tak Benda Masyarakat di Propinsi Sumatera Selatan”, Disampaikan dalam Acara Rapat Teknis Pelestarian Nilai Budaya Dalam Rangka Penetapan Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) Propinsi Sumatera Barat, Bengkulu dan Sumatera Selatan Tahun 2015. Diadakan oleh Kemendikbud, pada Tanggal 14-16 Juni 2015 di Padang.

Webstite

Basemah Blogspot. Sekilas Sejarah Basemah. Diakses pada 6 Juli melalui http://besemah.blogspot.com/2007/06/sekilas-sejarah-besemah.html

Downloads

Additional Files

Published

2017-07-30

Issue

Section

Articles
Abstract Viewed = 1608 times | PDF downloaded = 1848 times Untitled downloaded = 0 times