Implikasi Pengelolaan Kawasan Aglomerasi dalam Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta terhadap Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah

Authors

  • Rizki Fauzan Yusuf Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
  • Syarif Hidayat Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
  • Azmi Fathu Rohman Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
  • Naufal Rizqiyanto Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada
  • Muhammad Rifai Yusuf Magister Hukum Kenegaraan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada

DOI:

https://doi.org/10.14421/455xj860

Keywords:

Aglomerasi, Otonomi, Desentralisasi, UU DKJ.

Abstract

For more than two decades, the concept of agglomeration has been applied in DKI Jakarta, beginning with Law No. 34 of 1999 and continuing with Law No. 29 of 2007 as its legal foundation. With the government's execution of the plan to relocate the national capital from Jakarta to East Kalimantan, Law No. 2 of 2024 emerged as the legal policy framework for adjusting DKI Jakarta’s status. One of the key regulatory innovations introduced in this new law is the establishment of the Agglomeration Area Council, tasked with coordinating and evaluating spatial planning and development plans within the agglomeration area. While this structure presents positive potential for the governance of Jakarta and its surrounding regions, the agglomeration area arrangement under the new law signals a centralistic tendency—evident, for instance, in the President’s direct involvement in determining the membership of the Agglomeration Area Council. This may conflict with the principles of decentralized governance. This study employs normative legal research using a statutory approach to examine relevant legislation, particularly the provisions in the DKJ Law, and a conceptual approach to explain the general features of agglomeration areas. The findings indicate, first, that the agglomeration concept regulated by the DKJ Law is centralized, with the central government playing a dominant role, contrasting with agglomeration practices in other regions that are more decentralized. Second, the implications for the implementation of autonomy in DKJ are negative, as the central government's dominant role limits the flexibility of DKJ’s local government in decision-making and may lead to DKJ’s dominance over neighboring areas within the agglomeration zone. On the positive side, the surrounding regions benefit from the central government's support, indicating that the asymmetric design of DKJ governance also positively affects neighboring regions within the agglomeration area.

 

Abstrak: 

Lebih dari dua dekade konsep aglomerasi diterapkan di DKI Jakarta, dimulai dengan UU No. 34 Tahun 1999 hingga UU No. 29 Tahun 2007 sebagai landasan yuridisnya. Seiring eksekusi rencana pemindahan Ibu Kota Negara oleh pemerintah dari Jakarta ke Kalimantan Timur, lahir UU No. 2 Tahun 2024 sebagai politik hukum penyesuaian status DKI Jakarta. Salah satu pembaharuan pengaturan konsep aglomerasi dalam UU terbaru ini adalah hadirnya Dewan Kawasan Aglomerasi yang akan melakukan koordinasi hingga evaluasi penataan ruang dan rencana pembangunan kawasan aglomerasi. Meski berpeluang positif bagi penataan Jakarta dan sekitarnya, struktur pengaturan kawasan aglomerasi DKJ memberikan sinyal sentralistis ditunjukkan salah satunya keterlibatan langsung Presiden dalam penentuan keanggotaan Dewan Kawasan Aglomerasi, hal mana dapat berbenturan dengan penyelenggaraan pemerintahan yang terdesentralisasi. Penelitian yang digunakan dalam tulisan ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan (statutory approach) untuk menelaah peraturan perundang-undangan terkait, khususnya ketentuan dalam UU DKJ dan pendekatan konseptual (conceptual approach) untuk menjelaskan fitur kawasan aglomerasi secara umum. Hasil penelitian menunjukkan pertama, konsep kawasan aglomerasi yang diatur UU DKJ bersifat terpusat/sentralistis dimana peran pemerintah pusat dominan dalam pengelolaannya, hal ini berbeda dengan praktik aglomerasi di beberapa daerah yang justru lebih terdesentralisasi. Kedua, implikasi terhadap pelaksanaan otonomi di DKJ bersifat negatif karena fleksibilitas pemerintah DKJ terbatas dalam pengambilan keputusan akibat peran pemerintah pusat yang besar serta kemungkinan dominasi DKJ terhadap daerah sekitar dalam cakupan kawasan aglomerasi. Efek positifnya adalah terbantunya daerah sekitar DKJ karena turut memperoleh sokongan dari pemerintah pusat sehingga tampak desain asimetrisme DKJ dirasakan pula oleh daerah sekitar dalam kawasan

References

Ababio, E.P., and K. Asmah-Andoh. “Decentralisation or Devolution: An Analysis of Local Government Effectiveness.” African Journal of Public Affairs 6, no. 3 (January 1, 2013): 38–53.

Aprian, Dony. “Mudik Aglomerasi Di Jateng Dilarang, Kecuali Untuk Keperluan Kerja.” Kompas.Com, April 28, 2021. https://regional.kompas.com/read/2021/04/28/152033078/mudik-aglomerasi-di-jateng-dilarang-kecuali-untuk-keperluan-kerja.

Cheema, G. Shabbir, and Dennis A. Rondinelli. From Government Decentralization to Decentralized Governance. Edited by G. Shabbir Cheema and Dennis A. Rondinelli. Washington DC: Brookings Institution Press, 2007.

Crook, Richard C., and James Manor. Democracy And Decentralisation In South Asia And West Africa: Participation, Accountability And Performance. Cambridge UK: Cambridge University Press, 1998.

Eriandy, Firnanda Melia. “Analisis Aglomerasi Pada Koridor Ekonomi Di Indonesia.” Jurnal Ekonomi Akuntansi Dan Manajemen 20, no. 2 (October 4, 2021): 134. https://doi.org/10.19184/jeam.v20i2.25775.

Hazmi, Raju Moh. “Dekonsentrasi: Paradoks Dan Implikasinya Terhadap Kedudukan Gubernur Pada Era Otonomi Daerah.” Malaka Law Review 1, no. 1 (December 8, 2023): 1–11.

Jati, Wasisto Raharjo. “Inkonsistensi Paradigma Otonomi Daerah Di Indonesia: Dilema Sentralisasi Atau Desentralisasi.” Jurnal Konstitusi 9, no. 4 (May 20, 2016): 743. https://doi.org/10.31078/jk947.

Jaweng, Robert Endi. “Kritik Terhadap Desentralisasi Asimetris Di Indonesia.” Jurnal Analisis-CSIS 40, no. 2 (June 2, 2011): 160–75.

Mauleny, Ariesy Tri. “Aglomerasi, Perubahan Sosial Ekonomi, Dan Kebijakan Pembangunan Jakarta.” Jurnal Ekonomi & Kebijakan Publik 6, no. 2 (December 2015): 149.

MPR RI. Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR RI, 2017.

Muaziz, Muhamad Hasan, Andi Tri Haryono, and Abdul Kadir Jaelani. “Analysis of Urban Agglomeration in Economic and Legal Perspectives (A Study on the Development of Industrial Agglomeration Areas in Semarang City).” Pena Justisia: Media Komunikasi Dan Kajian Hukum 20, no. 1 (January 3, 2022). https://doi.org/10.31941/pj.v20i1.1714.

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang No. 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta, lihat https://berkas.dpr.go.id/akd/dokumen/BALEG-RJ-20231221-093044-6709.pd

Nurbaningsih, Enny. Problematika Pembentukan Peraturan Daerah: Aktualisasi Wewenang Mengatur Di Era Otonomi Luas. Depok: Rajawali Pers, 2019.

Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 2024 tentang Kawasan FTZ Batam, Bintan, dan Karimun.

Peraturan Presiden Nomor 118 Tahun 2022 tentang Pengelolaan Batas Wilayah Negara dan Perbatasan Tahun 2020-2024

Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2024 tentang Destinasi Pariwisata Nasional Manado-Likupang

Peraturan Presiden Nomor 17 Tahun 2024 tentang Destinasi Pariwisata Bangka Belitung

Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2023 tentang Percepatan Pembangunan Papua

Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2021 Kawasan Pariwisata Nasional Lombok-Gili Tramena Tahun 2020-2044

Tiller, Sonny. “Tinjauan Sebaran Lokasi Aglomerasi Industri Di Indonesia.” Jurnal Tekno 7, no. 52 (April 2010): 90–96.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2024 tentang Daerah Khusus Jakarta

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Perubahan Kedua Atas Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia

Undang-Undang Nomor 34 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Negara Republik Indonesia Jakarta

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus

Undang-Undang Nomor Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang

Wardhana, Allan Fatchan Gani, and Ni’matul Huda. “Relasi Kewenangan Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Dalam Penataan Kawasan Metropolitan Jabodetabek-Punjur.” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum 29, no. 3 (September 1, 2022): 494–515. https://doi.org/10.20885/iustum.vol29.iss3.art2.

Downloads

Published

2025-05-22