Dinamika Penegakan Hukum Jinayat di Aceh: Harmonisasi antara Kearifan Lokal, Syariat Islam, dan Hak Asasi Manusia
DOI:
https://doi.org/10.14421/inright.v14i1.4059Keywords:
Mahkamah Syar’iyah, hukum jinayah, HAM, otnomi khusus, penegakan hukumAbstract
Law enforcement in Aceh Province operates under the Sharia legal system as a manifestation of its special autonomy status. The Mahkamah Syar’iyah (Sharia Court) holds jurisdiction over religious and certain criminal cases involving Muslim individuals. However, in practice, not all jarimah (criminal) cases are processed through the Sharia Court. Some are handled by customary courts or general courts, especially when the offender is a non-Muslim. This overlapping jurisdiction and legal pluralism raise normative challenges regarding justice and human rights protection. This study employs a qualitative method using a juridical-sociological approach through interviews and analysis of Sharia court rulings. The findings reveal that while Mahkamah Syar’iyah possesses formal authority over jinayat cases, enforcement remains suboptimal due to limited legal substance, regulatory gaps, and low public legal awareness. These factors underscore the need to harmonize Islamic legal norms with the national legal system and human rights principles to ensure fairness, legal certainty, and equal treatment before the law.
Abstrak
Penegakan hukum di Provinsi Aceh dilakukan melalui sistem peradilan syariat Islam sebagai manifestasi kekhususan dan otonomi daerah. Mahkamah Syar’iyah menjadi lembaga peradilan yang memiliki kewenangan dalam perkara keagamaan dan sebagian perkara pidana bagi subjek hukum Muslim. Namun, dalam praktiknya, penanganan perkara jarimah tidak selalu melalui Mahkamah Syar’iyah. Terdapat kasus-kasus yang ditangani melalui peradilan adat atau peradilan umum, terutama ketika pelaku bukan beragama Islam. Selain itu, terjadi ketidaksinkronan dalam pemilihan jalur hukum dan kewenangan lembaga penegak hukum, yang menimbulkan persoalan normatif terkait prinsip keadilan dan hak asasi manusia. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan pendekatan yuridis-sosiologis melalui wawancara dan telaah putusan Mahkamah Syar’iyah. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun Mahkamah Syar’iyah memiliki kewenangan absolut terhadap perkara jinayat, implementasinya belum optimal karena keterbatasan substansi hukum, kelemahan regulasi, dan rendahnya kesadaran hukum masyarakat. Kondisi ini menunjukkan perlunya harmonisasi antara hukum syariat, sistem hukum nasional, dan prinsip-prinsip HAM agar tidak terjadi pelanggaran terhadap hak individu dalam proses peradilan
References
A. Hamid Sarong dan Hasnul Arifin Melayu, Mahkamah Syar’iyah Aceh: Lintasan Sejarah dan Eksistensinya (Banda Aceh: Global Education Institute, 2012), 53-56.
Abubakar, Penerapan Syariat Islam di Aceh: Upaya Penyusunan Fiqih dalam Negara Bangsa, hlm. 53.
Ainal Mardhiah, Eddy Purnama, dan Mahdi Syahbandir, “Analisis Terhadap Aturan Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh dan Kabupaten/Kota,” Syiah Kuala Law Journal Vol. 2 No. 1 (April 2018): hlm. 197.
Ali Geno Berutu, “Peran Polri, Kejaksaan dan Mahkamah Adat Aceh dalam Penegakan Syariat Islam di Aceh,” Jurnal Ahkam Vol. 7, No. 2 (November 2019): hlm. 237.
Alyasa Abubakar, Penerapan Syariat Islam di Aceh: Upaya Penyusunan Fiqih dalam Negara Bangsa (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, 2008), hlm. 66.
Amran Suaidi, “Kebijakan Mahkamah Agung Mendukung Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam Penyelesaian Perkara Jinayah di Aceh,” dalam Seminar Penguatan Implementasi Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam Penyelesaian Perkara Jinayat di Aceh (Banda Aceh: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hukum dan Peradilan Mahkamah Agung, 2019), hlm. 17.
Ansori, “Reformasi Penegakan Hukum: Perspektif Hukum Progresif,” hlm. 150-151.
Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana: Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, hlm. 311.
Aquisatoir merupakan pemeriksaan dalam sidang peradilan yang dilakukan secara terbuka, sehingga setiap orang dapat mengikuti proses peradilan yang dilakukan pada semua tingkatan pemeriksaan. Lihat Muhammad, Sistem Peradilan Pidana Indonesia, hlm. 49.
Badruzzaman Ismail, Ketua Majelis Adat Aceh (MAA) Periode 2014 - 2018, Wawancara tentang Tugas dan Fungsi Majelis Adat Aceh dalam Menjalankan Peradilan Adat di Aceh untuk Menjaga Marwah, Harkat dan Martabat Manusia, di Banda Aceh.
Basiq Djalil, Peradilan Agama di Indonesia (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2006), 189.
Fikri Sulaiman, Kasi Perundang-undangan Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, Wawancara tentang Sosialisasi dan Pelaksanaan Qanun-qanun Syariat Islam, di Banda Aceh.
Badruzzaman Ismail dkk., ed., Pedoman Peradilan Adat di Aceh: Untuk Peradilan Adat Yang Adil dan Akuntabel, Cet. 2 (Banda Aceh: Majelis Adat Aceh, 2012), hlm. 9.
http://sipp.pn-bandaaceh.go.id, tahun 2020.
Husaini, Perangkat Peradilan Adat Gampong/Mantan Sekretaris Desa Tanjong Selamat, Wawancara tentang Tata Cara Pelaksanaan Proses Peradilan Adat Terhadap Pelaku Jarimah Berdasarkan Qanun Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat, di Banda Aceh.
Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ismail dkk., Pedoman Peradilan Adat di Aceh: Untuk Peradilan Adat Yang Adil dan Akuntabel, hlm. 25.
Ketentuan ini diatur dalam pasal 21 s.d 24 Peraturan Gubernur Aceh Nomor 139 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh
Ketentuan Umum Pasal 1 angka 10 dan 11 Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
Laurensius Arliman, Penegakan Hukum dan Kesadaran Masyarakat, Cet. 1 (Yogyakarta: Deepublish, 2015), hlm. 14.
Liky Faizal, “Perilaku Penegak Hukum Menuju Penegakan Hukum Progresif dalam Perspektif Pembangunan Hukum Nasional,” Jurnal Asas Vol. 4, No. 1 (2012): hlm. 23-24.
Lilik Andaryuni, “Formalisasi Syariat Islam di Indonesia: Telaah Atas Kanunisasi Hukum Islam di Nanggroe Aceh Darussalam,” Jurnal Fenomena Vol. 4, No. 1 (2012): 40-41.
Lutfil Ansori, “Reformasi Penegakan Hukum: Perspektif Hukum Progresif,” Jurnal Yuridis Vol. 4, No. 2 (Desember 2017): hlm. 150-151.
Mahdi, “Eksistensi Peradilan Adat di Aceh,” Hunafa: Jurnal Studia Islamika Vol. 8, No. 2 (Desember 2011): 197-198.
Manan, Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam Politik Hukum Nasional, 29.
Isa, Formalisasi Syariat Islam di Aceh: Pendekatan Adat, Budaya dan Hukum.
Mukhsin (Geuchik Gampong Meunasah Mon Cut Kec. Lhoknga), dalam FGD tentang “Refleksi 4 Tahun Implementasi Qanun Hukum Jinayat” yang diselenggarakan oleh Solidaritas Perempuan Bungoeng Jeumpa Aceh, di Banda Aceh, tanggal 6 Agustus 2019.
Mul Irawan, “Penguatan Implementasi Peradilan Jinayat di Aceh dalam Perspektif Integrated Criminal Justice System,” dalam Penguatan Implementasi Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam Penyelesaian Perkara Jinayat di Provinsi Aceh, Cet. 1 (Jakarta: Prenada Media, 2019), hlm. 37.
Pasal 1 angka 20 dan 21 Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.
Pasal 16 ayat (1) tentang Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat.
Pasal 18 ayat (6) UUD 1945 menyatakan: “Pemerintahan Daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.“
Pasal 18 Qanun Nomor 11 Tahun 2005 tentang Tugas Fungsional Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
Pasal 182 Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.
Pasal 22 dan 24 Peraturan Gubernur Aceh Nomor 139 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah Aceh.
Pasal 5 Qanun Nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.
Pasal 6 ayat (1) Qanun Nomor 11 Tahun 2005 tentang Tugas Fungsional Kepolisian Daerah Nanggroe Aceh Darussalam.
Pasal 7 Qanun Nomor 7 Tahun 2013 tentang Hukum Acara Jinayat.
Pasal 98 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh.
Perilaku yang melanggar hukum jinayat oleh penegak hukum dapat terjadi di setiap institusi penegak hukum. Lihat Yuli, “Oknum Polisi Mesum Diguyur Air Comberan,” Harian Kompas.com, https://regional.kompas.com/read/2010/11/09/07190151/ oknum.polisi.mesum.diguyur.air.comberan; Idrus Lingga, “Oknum WH Digerebek Warga Bareng Pria Beristri di Aceh Singkil,” Harian Berita Kini, https://beritakini.co/news/oknum-wh-digerebek-warga-bareng-pria-beristri-di-aceh-singkil/index.html.
Rahardjo, Penegakan Hukum: Suatu Tinjauan Sosiologis, hlm. viii-ix.; Muhammad Zulfadli, Kasman Abdullah, dan Fuad Nur, “Penegakan Hukum yang Responsif dan Berkeadilan sebagai Instrumen Perubahan Sosial untuk Membentuk Karakter Bangsa,” dalam Seminar Nasional Pendidikan Ilmu-Ilmu Sosial Membentuk Karakter Bangsa dalam Rangka Daya Saing Global (Makassar: Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Makassar dan Himpunan Sarjana Pendidikan Ilmu-ilmu Sosial Indonesia, 2016), hlm. 272.
Rokhmadi, Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, Wawancara tentang Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam Mengadili Pelaku Jarimah, di Banda Aceh.
Safriadi, Kepala Bidang Penegakan Syariat Islam Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh, Wawancara tentang Penyelidikan dan Penyidikan Terhadap Pelanggaran Hukum Jinayat oleh Wilayatul Hisbah, di Banda Aceh.
Setiadi dan Kristian, Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Sistem Penegakan Hukum di Indonesia, hlm. 137.
Syahr, “Dukungan dan Kendala Implementasi Kewenangan Mahkamah Syar’iyah,” hlm. 27.
Syahrizal Abbas, “Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh dalam Kerangka Hukum Nasional,” dalam Dimensi Pemikiran Hukum dalam Impelmentasi Syariat Islam di Aceh (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, 2007), hlm. 9.
Teuku Abdul Manan, Mahkamah Syar’iyah Aceh dalam Politik Hukum Nasional (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2018), 25.
Tim PKPM Aceh, Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Syariat Islam di Aceh (Banda Aceh: Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh, 2014), hlm. 67.
Vivi Ariyanti, “Kebijakan Penegakan Hukum dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia,” Jurnal Yuridis Vol. 6, No. 2 (Desember 2019): hlm. 42-43.
Yesmil Anwar dan Adang, Sistem Peradilan Pidana: Konsep, Komponen dan Pelaksanaannya dalam Penegakan Hukum di Indonesia, Cet. 2 (Bandung: Widya Padjadjaran, 2011).
Yohanes Suhardin, “Fenomena Mengabaikan Keadilan dalam Penegakan Hukum,” Jurnal Mimbar Hukum Vol. 21, No. 2 (Juni 2009).
Yusri, Hakim Mahkamah Syar’iyah Banda Aceh, Wawancara tentang Pelaksanaan Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam Mengadili Pelaku Jarimah, di Banda Aceh.
Yusrizal, Sulaiman, dan Mukhlis, “Kewenangan Mahkamah Syar’iyah di Aceh sebagai Pengadilan Khusus dalam Penyelesaian Sengketa,” Kanun: Jurnal Ilmu Hukum Vol. 13, No. 53 (April 2011).
Zulfia Hanum Alfi Syahr, “Dukungan dan Kendala Implementasi Kewenangan Mahkamah Syar’iyah,” dalam Penguatan Implementasi Kewenangan Mahkamah Syar’iyah dalam Penyelesaian Perkara Jinayat di Provinsi Aceh, Cet. 1, Jakarta: Prenada Media, 2019.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2025 Makhrus Munajat

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Tanggungjawab Penerbit (Publisher):
- Jurnal IN RIGHT sebagai penerbit jurnal ilmiah bertanggungjawab menerbitkan artikel yang setelah melalui proses editing, peer-review, layout sesuai dengan aturan penerbitan Jurnal Ilmiah.
- Jurnal IN RIGHT bertanggungjawab menjamin kebebasan akademik bagi para editor dan reviewer dalam menjalankan tugasnya masing-masing.
- Jurnal IN RIGHT bertanggungjawab menjaga privasi dan melindungi kekayaan intelektual dan hak cipta, dan kebebasan editorial.






