Pernikahan Anak Dan Kualitas Bonus Demografi (Maqasid Shariah Dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Tentang Batas Usia Perkawinan)
DOI:
https://doi.org/10.14421/jkii.v3i1.1214Keywords:
pernikahan anak, maqasid shariah, bonus demografi, judicial review, batas usia perkawinanAbstract
Sebagai salah satu bidang terpenting dalam hukum Islam, hukum keluarga mendapatkan legitimasi hukum dalam pembentukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yang merupakan hasil kesepakatan (konsensus) banyak pihak, baik politisi, organisasi wanita, maupun agamawan, dan menjembatani ketegangan kepentingan negara serta antara hukum Islam dan hukum adat, yang telah menjadi living law (hukum yang hidup) di masyarakat. Aturan-aturan yang bersifat reformatif-progresif untuk kaum wanita diterapkan, di antaranya asas monogami, pencatatan perkawinan, dan batas usia perkawinan. Selama empat dekade UU Perkawinan dicanangkan, terhitung hanya ada dua perubahan mendasar terkait materi undang-undang, yaitu status anak luar kawin dan perjanjian setelah perkawinan berlangsung. Beberapa permohonan judicial review yang lain ditolak oleh Mahkamah Konstitusi, di antaranya tentang batas usia perkawinan bagi perempuan. Melalui putusan Nomor 30-74/PUU-XII/2014, Mahkamah Konstitusi menolak seluruh uji materi permohonan judicial review Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan terkait batas usia minimal 16 tahun bagi perempuan untuk menikah. Putusan ini mengundang kekecewaan banyak pihak dikarenakan anggapan bahwa Mahkamah Konstitusi membiarkan anak perempuan mengalami kematian dan cacat sebagai resiko dari melahirkan di usia dini, serta terputusnya akses terhadap pendidikan. Pernikahan anak secara tidak langsung mempengaruhi kualitas bonus demografi generasi produktif yang akan dihadapi Indonesia pada rentang watu 2020-2030 mendatang. Penelitian ini mendiskusikan tentang dasar-dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara serta apakah putusan tersebut sudah sesuai dengan tujuan pernikahan? Bersifat deskiptif-kualitatif dengan menggunakan pendekatan maqa>s}id shari}ah Jasser Auda, penelitian ini menemukan bahwa putusan tersebut tidak memperhatikan tujuan universal pensyariatan pernikahan yakni sebagai institusi pembentuk karakter generasi, yang menuntut tidak hanya kecukupan umur tapi juga kesiapan mental. Pembacaan dengan maqāṣid sharīah diarahkan pada upaya tercapainya kesetaraan dan keadilan gender, terpenuhinya hak anak-anak, serta dapat berkontribusinya hukum Islam terhadap human development (pembangunan manusia).
[As one of the most important parts of Islamic law, family law has gained its legal protection through Law No. 1/1974 on Marriage which was consensus of many sides, like politicians, women organizations, and scholars. This law has bridged the tension among country interest as well as Islamic law and customary law; both are living law. The reformative- progressive rullings, especially for women, are established, such as monogamy in principle, marriage registration and marriageable age. During four decades of the enactment of the law, there are only two approved-judicial reviews, namely the status of illegitimate child and postnuptial agreement. The Indonesian Constitutional Court rejected other objection requests, like marriageable age for woman. Through decision no. 30-74/PUU-XII/2014, the Constitutional Court rejected all judicial review requests of Article 7 (1) of Law No.1/1974 on Marriage relating to minimum age of marriages for females of 16. Many parties were disappointed with the ruling, arguing that government allow women to die and suffer health problems as an impact of giving birth at child age as well as child marriage means the end to get education. Early marriage also indirectly effects demography bonus quality of productive generation in which Indonesia will deal with in the later 2020-2030. This study discussed the judges consideration in deciding the case and whether the decision is in accordance with the purpose of marriage? Applying descriptive-qualitative method and using Jasser Audah maqāṣid sharīah approach, this study found that the verdict fails to consider the global purpose of marriage for the place of children character building, which requires not only the age adequacy but the mental readiness also. The reading with maqāṣid sharīah is directed to gain gender equality, protection over children’s rights, and to help Islamic law contribute in human development.]
Downloads
References
Abdullah, Amin, Bangunan Baru Epistemologi Keilmuan Studi Hukum Islam dalam Merespon Globalisasi, dalam Asy-Syir’ah Vol. 46 No. II, Juli-Desember 2012.
Al-Syaukani, Nail al-Autha>r, vol. VI, t.tp: Dar al-Fikr, 1973
As-Suyu>thi, Al-Asyba>h wa an-Nazha>ir, Beirut: Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1983.
Bakri, Asafri Jaya, Konsep Maqasid Syari’ah Menurut Asy-Syathibi, Jakarta: PT Raja Grafindo Perkasa, 1996.
Baqiy, Muhammad Fuad Abdul, al-Lu’lu’ wa al-Marja>n, Kairo: Da>r al-Hadi>th, 2007.
Faqih, Mansour, Epistemologi Syari’ah: Mencari Format Baru Fiqh Indonesia, Semarang: Walisongo Press, 1994.
Lukas, Nazmi, Muhammad Juga Manusia: Sebuah Pembelaan Orang Luar, terj. Abdul Basith AW, Yogyakarta: Kalimasada, 2006
Lukito, Ratno Hukum Sakral dan Hukum Sekuler: Studi tentang Konflik dan Resolusi dalam Sistem Hukum Indonesia, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2008.
Mukhtar, Kamal, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan, cet. III, Jakarta: Bulan Bintang, 1993.
Nasution, Khoiruddin, Hukum Perkawinan I: Dilengkapi Perbandingan UU Negara Muslim Kontemporer, Yogyakarta: Academia + Tazaffa, 2013.
Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, cet. 59, Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2013.
Shodiqin Ali, dkk., Fiqh Ushul Fiqh: Sejarah, Metodologi dan Implementasinya di Indonesia,
Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2014
Wehr, Hans, A Dictionary of Modern Written Arabic, London: Mac Donald & Evan Ltd, 1980.‚Pernikahan Anak Ancam Kualitas Bonus Demografi‛ dalam http://mediaindonesia.com/news/read/124471/pernikahan-anak-ancam-kualitas-bonus- demografi/2017-09-27 diakses pada tanggal 15 November 2017.
http://quraishshihab.com/perkawinan-usia-muda/#more-688 diakses 15 November 2017. https://www.jurnalperempuan.org/pernikahan-anak-status-anak-perempuan.html diakses pada
tanggal 15 November 2017 https://www.unicef.org/indonesia/id/Laporan_Perkawinan_Usia_Anak.pdf.
Sri Moertiningsih Adioetomo, ‚Perempuan dan Bonus Demografi‛ dalam http://nasional.kompas.com/read/2017/05/12/17062611/perempuan.dan.bonus.demografi diakses pada tanggal 15 November 2017.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor 30-74/PUU-XII/2014