PERBEDAAN HUKUM KUNUT NAZILAH DI TENGAH PANDEMI COVID-19 MENURUT MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA

Radika Fawwazulhaq Al-Mahbubi(1)
(1)

Abstract

Dunia hari ini sedang dihadapkan pada persoalan yang besar dan serius dengan terjadinya pandemi Covid-19. World Health Organization (WHO) telah menetapkan Covid-19 sebagai pandemi setelah penyebarannya begitu cepat yang menjangkit ke berbagai negara-negara di dunia. Tak terkecuali negara Indonesia yang telah diketahui terdampak sejak awal tahun 2020. Berbagai cara penanggulangan telah dilakukan seperti pisychal distancing ataupun social distancing sesuai intruksi dari (WHO). Dengan mayoritas penduduk beragama Islam, beberapa organisasi Islam menghimbau untuk melakukan kunut nazilah. Di antara organisasi itu adalah Muhamadiyah dan Nahdlatul Ulama. Bagi keduanya kunut ini sebagai wujud penanganan secara ruhaniah agar pandemi segera selesai. Tetapi temuan fatwa hukum di antara keduanya terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum kunut nazilah di tengah pandemi Covid 19 Menurut Muhammadiyah kunut nazilah di tengah pandemi Covid-19 menghasilkan dua putusan. Pertama, kunut nazilah tidak lagi boleh diamalkan. Kedua, boleh diamalkan atau dikerjakan dengan tidak menggunakan kata kutukan atau permohonan terhadap perorangan. Adapun dalil yang digunakan sebagai dasar penetapan hukum ini adalah hadis Rasulullah Saw yang mana beliau pernah melakukan kunut saat terjadi penganiayaan oleh orang kafir terhadap kelompok Islam sampai dengan turunnya surah ‘Ali Imron ayat 128. Sementara Nahdlatul Ulama menetapkan hukum kunut nazilah di tengah pandemi Covid-19 adalah sunah. Karena mengikuti pendapat ulama dari kalangan Syafi’iyyah di mana disunnahkan melakukan kunut saat terjadi nazilah. Perbedan di antara keduanya dikarenakan perbedaan dalam menggunakan metode serta perbedaan dalam memahami dasar hukum yang ada. Muhamadiyah memahami ada unsur nasikh dan mansukh atas turunnya surah ‘Ali Imran 128 ini. Hal ini berbeda dengan Nahdlatul Ulama yang hanya memahami ayat tersebut hanya sebagai teguran tidak sampai kepada penghapusan nash.

Full text article

Generated from XML file

References

Baji, Sulaiman bin Khalaf Al-, al-Muntaqa Syarhul Muwatha, Qahira: Darul Kitab al-Islami, t.t.

Bakr, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abu, al-Jami’ liahkamil Hukmi Tafsir al- Qurtubi, Alih Bahasa Amir Hamzah, 20 Jilid, Jakarta: Pustaka Azam, 2008.

Daswandi, Implikasi Nasikh Dan Mansukh Dalam Menafsirkan al-Quran, Tesis Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2017.

Fayumi, Ahmad al-Muqri Al-, Al-Misbahul Munir fi Gharibi ash-Sahril Kabir, Beirut: Al- Maktabah al-‘ilmiyyah: t.t.

Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-, Al-Minhaj Syarh Shahih Muslim bin al- Hajjaj, Beirut: Dar Ihya’it Turhas al-‘Arabi, 1392 H .

______, Raudhatu at-Thalibin wa ‘Umdatu al-Muftin, Beirut: al-Maktab al-Islami, 1991.

Hanbal, Abu Muhammad ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin, Musnad Ahmad, 22 Jilid, Muassasah ar-Risalah, 2001.

Eman Supriatna, Wabah Corona Virus Disease Covid 19 Dalam Pandangan Islam, Jurnal: Sosial & Budaya Syar’i, 2020.

Draft Putusan Munas Tarjih XXV Tentang Manhaj Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam, 2000.

Salih, Muhammad Adib, Tafsiru an-Nusus Fi al-Fikhi al-Islami, Beirut: al-Maktab al-Islami, 1993.

Zahro, Ahmad, Tradisi Intelektual NU: Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-1999, Yogyakarta: LKis, 2004.

Authors

Radika Fawwazulhaq Al-Mahbubi
Elrafahil@gmail.com (Primary Contact)
PERBEDAAN HUKUM KUNUT NAZILAH DI TENGAH PANDEMI COVID-19 MENURUT MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA. (2020). Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum, 8(1), 19-35. https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i1.2212

Article Details

How to Cite

PERBEDAAN HUKUM KUNUT NAZILAH DI TENGAH PANDEMI COVID-19 MENURUT MUHAMMADIYAH DAN NAHDLATUL ULAMA. (2020). Al-Mazaahib: Jurnal Perbandingan Hukum, 8(1), 19-35. https://doi.org/10.14421/al-mazaahib.v8i1.2212