Tinjauan Hukum Sosiologi Hukum Islam Terhadap Praktik Jual Beli Saren (Studi Desa M Kabupaten Sleman)
Abstract
Manusia hakikatnya merupakan makhluk sosial yang tidak pernah bisa lepas dari interaksi dengan manusia yang lain, salah satu bentuk interaksi yang terjadi sesama manusia yakni jual beli. Jual beli merupakan salah satu instrumen dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia yang dilandaskan pada prinsip suka sama suka. Salah satu bentuk jual beli yang masi terjadi di dalam masyarakat khususnya di Desa M Kabupaten Sleman adalah jual beli saren. Saren merupakan makanan yang berbahan dasar darah ayam yang di masak dengan berbagai bumbu tambahan untuk menambah cita rasa, setelah proses masak darah tersebut selesai lalu saren di jual dan dikonsumsi oleh pembeli. Hukum Islam secara tegas melarang manusia untuk mengkonsumsi darah seperti yang telah di Firmankan-Nya dalam surah Al Maidah ayat 3. Jual beli saren tersebut telah berlangsung lama sehingga masyarakat terbiasa untuk mengkonsumsi makanan tersebut meskipun tahu bahwa makanan tersebut berbahan dasar darah hewan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik jual beli saren pada dasarnya haram untuk dilakukan karena hal tersebut dengan tegas telah dilarang dalam Agama Islam. Oleh karena itu apapun alasan dan pendapat masyarakat yang menganggap bahwa jual beli saren tersebut halal itu adalah salah dan patut untuk dibenahi dan dihentikan. Jual beli saren tersebut telah berlangsung sejak zama dahulu hingga saat ini, sehingga masyarakat menganggapnya sebagai hal yang wajar dan telah menjadi kebiasaan, di dalam Hukum Islam kebiasaan tersebut disebut dengan ‘urf. ‘Urf dibagi menjadi 2 yakni ‘urf shahih dan ‘urf fasid, berdasarkan uraian yang telah disebutkan bahwa mengkonsumsi safren adalah haram maka kegiatan ini termasuk kedalam golongan ‘urf fasid. Selain dari pada dilarang di dalam Al Quran, mengkonsumsi saren juga dapat memicu penyakit karena darah mengandung bakteri-bakteri jahat yang terkandung di dalam tubuh yakni sisa proses metabolisme tubuh. Selain daripada itu kepercayaan masyarakat mengenai khasiat saren tersebut belum tentu kebenarannya sehingga berlakulah kaidah fikih Dar’u Al Mafasid Muqaddamun ‘ala Jalbil Mashalih yang berarti menolak kemudharatan lebih utama daripada meraih mashlahat. Karena mencegah penyakit yang ditimbulkan oleh saren tersebut lebih utama dibandingkan dengan mengambil manfaat saren yang belum dapat dibuktikan kebenarannya.