Tinjauan Maqasid Syari’ah Terhadap Penyajian Makanan yang Dihias dengan Serbuk Emas
Abstract
Emas kini digunakan sebagai hiasan pada makanan untuk menghasilkan suatu sajian makanan yang mewah. Tren makanan ini menjadi viral di kalangan konsumen, sehingga banyak para produsen yang berlomba-lomba membuat makanan dengan taburan emas dalam segala bentuk. Emas tersebut tergolong bahan tambahan makanan yang bersifat inert (tidak bereaksi). Tren makanan yang bertabur emas bagi sebagian orang dianggap sebagai suatu hal yang berbahaya, karena konsumen menelan sesuatu yang sebenarnya tidak lazim untuk dikonsumsi. Sedangkan dalam Islam, kita tidak diperkenankan untuk melakukan perbuatan yang dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain. Berdasarkan masalah tersebut, penyusun tertarik untuk meneliti bagaimana analisis Maqasid Syari’ah terhadap penyajian makanan yang dihias dengan serbuk emas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa makanan yang dihias dengan serbuk emas menggunakan jenis edible gold yang memiliki label food grade. Label tersebut merupakan jaminan kandungan emas yang aman atau tidak beracun untuk dikonsumsi. Jenis logam emas tersebut dapat larut dalam tubuh. Mengenai keamanan gold leaf, European Food Safety Authority menyatakan penggunaan emas untuk menghias makanan diperbolehkan walaupun data keamanan belum komprehensif. Namun, data taksiologi yang memaparkan secara lengkap terkait efek samping dari edible gold belum ada. Oleh karena itu hukumnya mubah (boleh) untuk dikonsumsi. Perspektif Maqashid Syari’ah, dalam menganalisis permasalahan tersebut yaitu bahwa kehidupan manusia tidak bisa terlepas dari makanan sebagai media untuk bertahan hidup. Di masa kini, makanan telah menjadi sebuah fenomena tersendiri yang menarik perhatian manusia, bukan sekedar untuk menghilangkan rasa lapar saja, namun ada sebuah makna yang tersembunyi di balik makanan. Salah satu makna yang tersembunyi di dalam makanan dapat digali melalui kajian seni dan estetika. Ternyata ada sebuah makna yang dapat menjadikan makanan sebagai sebuah seni. Hal ini dapat dicapai melalui apresiasi estetik yang melibatkan fungsi persepsi dan penggalian makna oleh manusia itu sendiri.