Tradisi Jamasan Pusaka Pada Bulan Suro: Penggabungan Nilai Budaya Jawa dan Ajaran Agama Islam
DOI:
https://doi.org/10.14421/panangkaran.v8i1.3407Keywords:
jamasan heirloom, religion, ritualAbstract
The jamasan heirloom tradition or what is usually called the keris washing tradition is a growing tradition and is found in many areas, especially the island of Java. Jamasan heirloom is a tradition or ritual carried out on the night of the month of Suro, the aim of which is none other than to obtain safety, avoid disaster, ask for forgiveness and other religious matters. This research aims to find out what meaning is actually contained in this jamasan heirloom tradition, and the relationship between the keris and religion. This research uses a qualitative research method with Murray Edelman's framing analysis approach. The theory used in this research is the theory of the soul. The theory of the soul has an important role and is closely related to human beliefs regarding spiritual values. The results of the framing analysis of the content that discusses the heirloom jamasan tradition in the month of Suro is the tradition of washing or bathing heirloom objects using lime juice which is done every Suro month solely to clean the keris or heirloom objects from dirt. In the current era, people still carry out this tradition only to preserve a culture, there are no mystical or other religious elements. But apparently, there are still some people today who carry out this tradition for reasons of belief and an effort to leave behind the bad things from the previous year.
[Tradisi Jamasan pusaka atau biasa disebut tradisi mencuci keris merupakan tradisi yang berkembang dan banyak ditemukan di daerah khususnya pulau Jawa. Jamasan pusaka merupakan tradisi atau ritual yang dilakukan pada malam bulan Suro, tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan keselamatan, menghindarkan malapetaka, meminta ampun dan hal-hal berbau agamis lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui makna apa yang sebenarnya terkandung dalam tradisi jamasan pusaka ini dan kaitannya keris dengan agama. Penelitian ini menggunakan jenis metode penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis framing milik Murray Edelman. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori jiwa. Teori jiwa memiliki peranan yang penting dan memiliki hubungan yang erat dengan keyakinan-keyakinan manusia mengenai nilai spiritual. Hasil analisis framing pada konten yang membahas tradisi jamasan pusaka pada bulan Suro ini adalah tradisi mencuci atau memandikan benda pusaka menggunakan perasan air jeruk nipis yang dilakukan setiap bulan Suro semata-mata hanya untuk membersihkan keris atau benda pusaka dari kotoran. Pada era saat ini, masyarakat yang masih melakukan tradisi ini hanya untuk melestarikan sebuah budaya, tidak ada unsur hal-hal mistis atau religius lainnya. Namun, masih terdapat juga beberapa masyarakat zaman sekarang melakukan tradisi ini sebab alasan kepercayaan dan upaya untuk meninggalkan hal buruk dari tahun sebelumnya.]
Downloads
References
Basyuni, E. A. (2021). PUSAT BUDAYA SIDOARJO. Surabaya: UPN Veteran.
Eriyanto. (2007). Teknik Sampling: Analisis Opini Publik. Yogyakarta: LKIS.
Habieb, A. H., & Hendriani, D. (2022). Tradisi Jamasan Pusaka Di Desa Ngliman Kecamatan Sawahan Kabupaten Nganjuk (Kajian Nilai Sosial dan Budaya). Jurnal Widya Citra, 30-35.
Hapsari, G. K. (2024). Makna Komunikasi Ritual Masyarakat Jawa (Studi Kasus pada Tradisi Perayaan Malam Satu Suro di Keraton Yogyakarta, Keraton Surakarta, dan Pura Mangkunegaran Solo). COMPEDIART: Journal Faculty of Social Humanities.
Herminingrum, S., & Majid, G. M. (2016). Seizing Local Wisdom: Looking Closer Into Javanese Folklore Through Jamasan Keris Ritual. International Journal Of Social and Local Economic Governance (IJLEG), 40-48.
Ilafi, A. (2020). Tradisi Jamasan Pusaka Dan Kereta Kencana Di Kabupaten Pemalang. Pangdereng, 73-86.
Kartika, N., Dienaputra, R., Machdalena, S., & Nugraha, A. (2020). NGUMBAH KERIS: CULTURAL HERITAGE AND A LOCAL WISDOM VALUE. Norwegian Journal of development of the International Science, 27-33.
Koentjaraningrat. (2010). Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: UI-Press.
Lestari, A. P., & Sabardilah, A. (2022). Tradisi Cuci Pusaka Pada Malam Satu Suro Dan Gaman Bekerja Di Desa Tanjung, Blimbing, Sambirejo, Sragen. Rihlah, 119-132.
Musyaffa, F. A., & Ayundasari, L. (2021). Upacara Jamasan Pusaka Kanjeng Nyai Upas Di Tulungagung Dalam Perspektif Islam. Jurnal Integrasi dan Harmoni Inovatif Ilmu-Ilmu Sosial, 720-725.
Priambadi, K., & Nurcahyo, A. (2018). Tradisi Jamasan Pusaka Di Desa Baosan Kidul Kabupaten Ponorogo (Kajian Nilai Budaya Dan Sumber Pembelajaran Sejarah). Jurnal Agastya , 211-220.
Siburian, A. L., & Malau, W. (2018). Tradisi Ritual Bulan Suro Pada Masyarakat Jawa di Desa Sambirejo Timur Percut Sei Tuan. Gondang: Jurnal Seni dan Budaya, 28-35.
Tubagus , M. R., Lahpan, N. Y., & Hidayana, L. S. (2020). Fungsi Tradisi Ngumbah Pusaka Prabu Geusan Ulun Sumedang Larang. Jurnal Budaya Etnika, 3-22.
Ula, D. A. (2023). Nilai Religius Dalam Tradisi Jamasan Kelambu Makam Sunan Amangkurat 1 di Desa Pesarean Kecamatan Adiwarena Kabupaten Tegal. Purwokerto: Universitas Islam Negeri Profesor Kyai Haji Saifuddin Zuhri.
Wildan, M. (2023, July 20). Makna Mendalam: Warga Sidoarjo Cuci Keris Dan Benda Pusaka Jelang 1 Suro. (R. Madutv, Interviewer)
Downloads
Published
How to Cite
Issue
Section
License
Copyright (c) 2024 Leariska Arisky, Agus M. Fauzi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerivatives 4.0 International License.
JURNAL PANANGKARAN disebarluaskan dengan lisensi Creative Commons Attribution-NonCommercial-NoDerrivatives 4.0 International License.