DAKWAH INKLUSIF DALAM MASYARAKAT SEGREGATIF DI AOMA DAN AMBESAKOA SULAWESI TENGGARA

Authors

  • Muhammad Alifuddin IAIN Sultan Qaimuddin Kendari

DOI:

https://doi.org/10.14421/jd.2015.16201

Keywords:

dakwah inklusiv, masyarakat, segregatif

Abstract

Masalah utama penelitian ini adalah: Apakah pola dakwah institusional (berbasis Masjid-Gereja) yang dikembangkan selama ini efektif membangun kesadaran inlusiv pada masyarakat yang tersegregasi secara spasial berdasarkan pilihan keyakinan (Islam-Kristen) sebagaimana yang terjadi di Aoma Ambesakoa? Bagaimana pola dakwah yang dapat dikembangkan untuk membangun visi inklusiv pada masyarakat setempat? Studi ini bertujuan untuk menjelaskan dan mengetahui model dakwah pada wilayah segregatif yang dapat dijadikan sebagai alternative pada suasana sosial yang sama meski dengan lokus berbeda. Untuk menjawab permasalahan penelitian digunakan pendekatan etnografi dan analisis fenomenologi yang dikembangkan oleh Moustakas. Beranjak dari data yang ditemukan di lapangan dapat disimpulkan bahwa ada dua pola dakwah yang berkembang di Aoma-Ambesakoa yaitu: pola formal konvensional berbasis khutbah dan ceramah dan pola non formal berbasis komunitas. Pola pertama cenderung rigid sedangkan pola kedua bersifat fleksibel. Pola kedua merupakan model dakwah pembebasan, solutif dan efektif membangun visi inklusiv masyarakat setempat yang selama ini terkunkung oleh ethnocentrisme yang ditandai melalui perekayasaan ruang berbasis ideologi (zona eksklusiv) sebagimana tercermin dalam sejarah hidup mereka selama ini. Temuan penelitian menunjukan, media dakwah inklusiv dikedua tempat, tidak berada pada jalur formal konvensional tetapi justru berada pada pendekatan non formal berbasis komunitas. Namun demikian, kedua jalur tersebut harus berpadu dan saling mengisi, mengingat jika nilai-nilai inklusiv hanya berada pada media tunggal yaitu jalur non formal berbasis komunitas sementara jalur formal konvensional tidak dibenahi dan tetap bertahan dengan model paradigma dakwah berbasis penguatan iman plus penegasian, dikhawatirkan nilai-nilai inklusiv yang dihantar oleh dakwah non formal akan kehilangan ruh keagamaan alias layu dan lesuh dara. Sebab model dakwah non formal berbasis komunitas sebagai katalisator energi inklusiv yang tidak ditopang dengan model formal konvensional, dikhawatirkan tidak dapat menjadi media tumbuh yang subur bagi pohon inklusiv.
Abstract viewed: 1107 times | PDF downloaded = 878 times

Downloads

Published

2015-12-01

How to Cite

Alifuddin, M. (2015). DAKWAH INKLUSIF DALAM MASYARAKAT SEGREGATIF DI AOMA DAN AMBESAKOA SULAWESI TENGGARA. Jurnal Dakwah, 16(2), 171–201. https://doi.org/10.14421/jd.2015.16201

Issue

Section

Articles