PERKAWINAN BEDA AGAMA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 68/ PUU-XII/2014 DALAM PERSPERKTIF HAM
DOI:
https://doi.org/10.14421/ahwal.2016.09102Keywords:
Perkawinan beda agama, Putusan Mahkamah Konstitusi, HAMAbstract
Interfaith marriage, in fact, is a contentious issue in the family law. The arrangement of interfaith marriage in Indonesia is experiencing a change since before and after the establishment of the constitutional Law of R.I. No. 1 of 1974 regarding Marriage. Although there are changes in the regulations but some parties consider that arrangement of interfaith marriage is not firm, it is unclear / smuggling law in it. Regulation of interfaith marriage in Indonesia is considered to have reduced the freedom to choose a mate and find the happiness with a partner of different religions. This is considered by the applicant that Article 2, paragraph 1 does not comply with the principle of freedom of human rights. This paper focuses on studying the problems of the interfaith marriages after a Constitutional Court decision No. 68 / PUU-XII / 2014 in the perspective of human rights. Constitutional Court rejected entirely about judicial interfaith marriage, as it is considered unreasonable under the law and marriage in Indonesia is based on religion. Constitutional Court's decision contains the values of human rights with a particular meaning and is limited by the limited freedom of religion in Pancasila and the 1945 Constitution.
[Perkawinan beda agama secara fakta merupakan persoalan yang menjadi perdebatan dalam hukum keluarga. Pengaturan perkawinan beda agama di Indonesia mengalami perubahan sejak sebelum dan setelah adanya UU R.I. Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Walaupun ada perubahan secara regulasi tetapi beberapa pihak menganggap bahwa pengaturan perkawinan beda agama tidak tegas, ada ketidakjelasan/penyelundupan hukum di dalamnya. Regulasi perkawinan beda agama di Indonesia dianggap telah mengurangi kebebasan untuk memilih jodoh dan menemukan kebahagiaan bersama pasangannya yang berbeda agama. Hal inilah yang dianggap oleh para pemohon bahwa Pasal 2 ayat 1 tidak sesuai dengan prinsip kebebasan dalam HAM. Tulisan ini difokuskan untuk mengkaji permasalahan perkawinan beda agama pasca putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/ PUU-XII/2014 dalam perspektif HAM. Mahkamah Konstitusi menolak seluruhnya tentang uji materiil perkawinan beda agama, karena dinilai tidak beralasan menurut hukum dan perkawinan di Indonesia yang berdasarkan agama. Putusan MK mengandung nilai-nilai HAM yang bermakna partikular dengan kebebasan terbatas dan dibatasi oleh agama dalam Pancasila dan UUD 1945]
References
Abubakar, Alyasa, Perkawinan Muslim dengan Non-Muslim dalam Peraturan Perundang-Undangan, Jurisprudesi dan Praktek Masyarakat, Aceh: Dinas Syariat Islam Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, 2008.
Ahmadi, Wiratni, “Hak dan Kewajiban Wanita dalam Keluarga Menurut Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan”, Jurnal Hukum Pro Justitia, Bandung: Vol. 26 No. 1, 2008.
Anshary, Hukum Perkawinan di Indonesia: Masalah-masalah Krusial, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010.
Ashsubli, Muhammad, “Undang-Undang Perkawinan dalam Pluralitas Hukum Agama (Judicial Review Pasal Perkawinan Beda Agama”, Jurnal Cita Hukum, Jakarta: Vol. II No. 2 Desember 2015.
Azhari, Aidul Fitriciada, Perkawinan Beda Agama dalam Perspektif Hak Asasi Manusia, Makalah disampaikan pada Seminar Sehari tentang “Undang-undang Republik Indonesia No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, khususnya tentang Perkawinan Beda Agama” yang diselenggarakan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada Sabtu, 20 Shafar 1436 H / 13 Desember 2014 di Yogyakarta.
Aziz, Abdul, Paradigma Baru Pendidikan Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani, Surakarta: DEKAgroup, 2011.
Dahwal, Sirman, Hukum Perkawinan Beda Agama dalam Teori dan Praktinya di Indonesia, Bandung, Mandar Maju, 2016.
Hadikusuma, Hilman, Hukum Perkawinan Indonesia menurut Perundangan, Hukum Adat, Hukum Agama, Bandung: Mandar Maju, 1990.
M. Anshary MK, Hukum Perkawinan di Indonesia: Masalah-masalah Krusial, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2010.
M. Kasayuda, Perkawinan Beda Agama Menakar Nilai-nilai Keadilan Kompilasi Hukum Islam, Total Media: Yogyakarta, 2006.
Monib, Mohammad dan Islah Bahrawi, Islam dan Hak Asasi Manusia dalam Pandangan Nurcholish Madjid, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2011.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 68/PUU-XII/2014.
Rosidah, Zaedah Nur, “Sinkronisasi Peraturan Perundang-undangan Mengenai Perkawinan Beda Agama”, Al-Ahkam: Jurnal Pemikiran Hukum Islam, Surakarta: Volume 23, Nomor 1, April 2013.
Sisruwadi, Praktek Perkawinan Beda Agama dalam Masyarakat Indonesia, slide dipresentasikan dalam seminar sehari yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Yogyakarta.
Suhasti, Ermi, “Harmoni Keluarga Beda Agama Di Mlati, Sleman, Yogyakarta”, Jurnal Asy-Syir’ah, Yogyakarta: Vol. 45, No. 1, 2011.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Wahyuni, Sri, Perkawinan Beda Agama di Luar Negeri: Kajian Filosofis, Yuridis, Prosedural, dan Sosiologis, Yogyakarta: SUKA-Press, 2014.
__________,, “Politik Hukum Perkawinan dan Perkawinan Beda Agama di Indonesia”, Jurnal Pusaka, Malang: Vol. , No. 2, Januari-Juni 2014.
Widiastuti, Setiati dkk, “Kajian Terhadap Perkawinan antar Orang Beda Agama di wilayah Hukum Kota Yogyakarta, “Socia: Jurnal Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta, Vol. 11, No. 2, September 2014.
Yusdani, Menuju Fiqh Progresif, Yogyakarta: Kaukaba, 2015.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2017 Danu Aris Setiyanto
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors retain copyright and grant the journal right of first publication. The works are simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.