TRADISI NGANYARI AKAD NIKAH PADA MASYARAKAT JENGGLONG DI BOYOLALI

Authors

DOI:

https://doi.org/10.14421/ahwal.2019.12207

Keywords:

nganyari akad nikah, urf, tradisi dan hukum Islam

Abstract

Abstrak:

Tajdidun nikah atau memperbarui akad nikah adalah upaya untuk mewujudkan keluarga yang harmonis, setelah terjadi perceraian. Berbagai pendapat fuqaha menyatakan bahwa tajdid nikah dilakukan karena sebab perceraian dan adanya ruju’ atau kembali diantara kedua belah pihak. Namun hal ini sedikit berbeda dengan nganyari (memperbaruhi atau tajdid) akad nikah yang berlangsung pada masyarakat Jengglong Boyolali. Nganyari nikah tersebut tidak dilaksanakan bukan karena adanya ruju’ setelah perceraian dalam masa iddah, tetapi disebabkan karena persitiwa kematian yang berlangsung pada saat akad pernikahan atau walimatul ursy (pesta pernikahan) yang berlangsung oleh kedua belah pihak.

Kajian ini membahas tradisi nganyari (tadjid) akad nikah yang dilaksakan oleh masyarakat Jenggong, Boyolali. Menarik tentunya dikaji disini dalam kerangka hukum Islam maupun ilmu sosial budaya. Sehingga kajian ini diarahkan untuk melihat bagaimana sejarah nganyari akad nikah di dusun Jengglong, proses pelaksanaan nganyari akad nikah, dan perspektif hukum Islam mengenai nganyari akad nikah tersebut. Kajian ini merupakan kajian lapangan dengan pendekatan normative-sosiologis. Kerangka teoritik urf digunakan untuk memotret perspektif hukum Islam atas tradisi nganyari akad nikah tersebut. Sementara pendekatan sosiologis digunakan untuk melihat fenomena tersebut bukan semata persoalan hukum Islam, namun juga terkait dengan tradisi dan keyaninan masyarakat. Hasil kajian ini menunjukkan tradisi nganyari akad nikah bukan untuk memperbaharui akad nikah karena persoalan hukum Islam rusaknya (fasid) akad atau perceraian, tetapi lebih pada kekakinan dan tradisi, namun begitu tradisi ini mengakar kuat dan menjadi semacam kelaziman atau bahkan nyaris tututan.

 

Kata kunci: nganyari akad nikah, urf, tradisi dan hukum Islam.

 

Abstract

Tajdidun nikah or renewing marriage contract is an effort to implement a harmonic family after having a divorce. Many Islamic scholar arguments said that tajdid nikah had to be done because of having divorced and an effort to reunite both ex-husband and ex-wife. However, it is a difference with nganyari (Java, renew) akad nikah tradition that occurs in Jengglong community of Boyolali. The nganyari nikah is not due to an effort to reunite a spouse after having divorce during iddah (waiting periode), however, it is caused by an incident of death at marriage contract between a certain bride and groom is ongoing on or walimatul ursy (wedding party) is still taking place.

This article discusses nganyari akad nikah (renewing marriage contract) tradition that is implemented by Jengglong community of Boyolali. This study is based on Islamic law and social-culture perspective, to analyses how nganyari akad nikah was historically traditioned, the practice of the nganyari akad nikah at that time, and how is the tradition based on Islamic law perspective. This is field research with normative and sociological approaches. Urf framework applied to analyses the case based on the Islamic law perspective. Meanwhile, sociological approaches applied to analyses that the phenomenon tends to be a tradition and cultural beliefs. A result of the study showed that the tradition of ngayari akad nikah is not only due to damaged of akad nikah or divorced but tend to be a tradition that was believed by the community.    

Key words: nganyari akad nikah, urf, tradition and Islamic law.

Author Biography

  • Sukron Ma'mun, IAIN Salatiga
    Ialamic Law

References

Aji, Muhammad Miftah Karto. 2017. Hukum Mahar dalam Tajdidun Nikah. Skripsi UIN Walisongo Semarang.

Akil, M. Ilyas. 2016. Tinjauan Yuridis terhadap Tajdid Al-Nikah karena Ragu Keabsahan Nikah Terdahulu (Studi Kasus di Kantor Urusan Agama Sedati Kabupaten Sidoarjo). Skripsi Uin Sunan Ampel Surabaya.

Al-Albani, Muhammad Nashiruddin. 2007. Shahih Sunan Abu Daud. alih bahasa oleh Tajuddin Arief, dkk. Jakarta: Pustaka Azzam.

_____________________________ 2012. Mukhtashar Shahih Muslim, alih bahasa Subhan dan Imran Rosadi. Cet. Ke-5. Jakarta: Pustaka Azzam.

Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 1998. Bulughul Maram. alih bahasa Irfan Maulana Hakim. Beirut: Dar Al-Fikr.

Al-Bukhari, Al-Imam Abu Abdullah Muhammad bin Ismail. 1993. Shahih Bukhari Juz IV. alih bahasa oleh Achmad Sunarto, dkk. Semarang: CV. Asy-Syifa’.

Asana, Indah. 2016. Rujuk dan Tajdid Al-Nikah sebagai Upaya Membentuk Keluarga Sakinah (Studi di Tingkir Lor, Kec. Tingkir, Kota Salatiga). Skripsi IAIN Salatiga.

As-Subki Ali Yusuf. 2010. Fiqh Keluarga. Jakarta: Amzah.

Asy-Syaikh Zainuddin bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Malibary. 1979. Fathul Mu’in. Alih bahasa Aliy As’ad. Kudus: Menara.

Bahri, Syaiful. 2013. Kontroversi Praktek Tajdid an-Nikah dalam Perspektif Fikih Klasik, Jurnal Al-Ahwal, Vol. 6 No. 2.

Bakhtiar, Teguh Ibnu. 2018. Analisis Hukum Islam Terhadap Tradisi PeMbaharuan Akad Nikah (Studi Kasus Pada Majelis Maulid Wa Dzikir Sholawat Rokhmad Al Muhibbin Al Muqorrobin di Slawi Kabupaten Tegal). Skripsi UIN Walisongo Semarang.

Bunyamin, Mahmudin dan Agus Hermanto. 2017. Hukum Perkawinan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia.

Data kantor Kelurahan Kadipaten Kecamatan Andong.

Departemen Agama RI. 2005. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: J-Art.

___________________. 2009. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Bandung: Sygma.

Djazuli A. 2007. Kaidah-Kaidah Fikih. Jakarta: Kencana.

Fauzi, Muhammad Hilmi. 2018. Tajdid al-Nikah sebagai Trend Adat Masyarakat Jawa (Analisis Hukum Islam: Study Kasus Masyarakat Desa Budi Mulya, Puncak Harapan dan Ayunan Papan Kecamatan Lokpaikat). Jurnal Bimas Islam, Vol.11 No. 3.

Hanafie, A. 1993. Usul Fiqh. Jakarta: Widjaya.

Haroen, Nasrun. 1996. Ushul Fiqh 1. Ciputat: Logos Publishing House.

Ibrahim. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Istiqomah, Nurul. 2017. Tinjauan Hukum Islam terhadap Tradisi Mengubah Nama sebagai Syarat Tajdid Al-Nikah di Desa Mong-Mong Kecamatan Arosbaya Kabupaten Bangkalan. Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Jumantoro Totok dan Samsul Munir Amin. 2005. Kamus Ilmu Ushul Fikih. Tanpa kota: Amzah.

Khairani dan Cut Nanda Maya Sari. 2017. Pengulangan Nikah Menurut Perspektif Hukum Islam. Samarah: Jurnal Hukum Keluarga dan Hukum Islam, Vol. 1 No. 2.

Khallaf, Abdul Wahhab. 1996. Kaidah-Kaidah Hukum Islam, alih bahasa oleh Noer Iskandar al-Barsany dan Moh. Tolchah Mansoer. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

____________________. 2014. Ilmu Ushul Fikih. alih bahasa oleh Moh. Zuhri dan Ahmad Qarib. Semarang: Toha Putra Group.

Nasution, Khoiruddin. 2013. Hukum Perkawinan I. Yogyakarta: Academia + Tazzafa.

Masyhadi, Khomsun. Pernikahan di Depan Jenazah Orang Tua Menurut Perspektif Hukum Islam (Studi di Kelurahan Tingkir Lor, Kecamatan Tingkir, Kota Salatiga). Skripsi IAIN Salatiga.

Mujab, Zaini Achmad. 2018. Tinjauan Hukum terhadap Nyar-Nganyre Kabhin Masyarakat Pamekasan (Studi Kasus di KUA Kecamatan Kota Kualasimpang). Skripsi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Nafik, Mohammad. 2016. Fenomena Tajdīd An-Nikah Di Kelurahan Ujung Kecamatan Semampir Kodya Surabaya. Realita, Vol. 14 No. 2.

Nata, Abuddin. 2009. Metodologi Studi Islam. Cet. Ke-9. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Rasjid. Sulaiman. 1954. Fiqh Islam. Jakarta: Attahiriyah.

Rusyd, Ibnu. 1989. Bidayatul Mujtahid. alih bahasa oleh Imam Ghazali Said dan Achmad Zaidun. Cet. Ke-1. Beirut: Dar Al-Jiil.

Sabiq, Sayyid. 1990. Fikih Sunnah 6. Bandung: PT Al Ma’arif.

Shalaby, Ahmad, dkk. Tanpa Tahun. Kamus 3 Bahasa Arab Inggris Indonesia. Surabaya: Giri Utama.

Sudarsono. 2005. Hukum Perkawinan Nasional. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Suwarjin. 2012. Ushul Fiqh. Yogyakarta: Teras.

Tim Balai Bahasa. 2011. Kamus Basa Jawa (Bausastra Jawa). Cet. Ke-2. Yogyakarta: Kanisius.

Umam, Chaerul. 1998. Ushul Fiqh 1. Bandung: Pustaka Setia.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974.

Wasman dan Wardah Nuroniyah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Yogyakarta: Teras.

Yusuf, As-Subki. 2010. Fiqh Keluarga. Cet. Ke-1. Jakarta: Amzah.

Wawancara:

Jumeri, Orang Tua Pelaku Nganyari Nikah, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 30 Juli 2019.

Junaedi, Ketua RT 02, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 30 Juli 2019.

Juwahir, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 25 Juni 2019.

Juwarti, Warga Dusun, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 30 Juli 2019.

Muhromi, Orang Tua Pelaku Nganyari Nikah, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 30 Juli 2019.

Muzayin, Tokoh Agama, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 16 Juli 2019.

Ngumtinah, Warga Dusun, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 25 Juni 2019.

Prihatin, Warga Dusun, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 25 Juni 2019.

Rusito, Kepala Dusun, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 16 Juli 2019.

Sriyatun, Warga Dusun, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 25 Juli 2019.

Sujito, Tokoh Masyarakat, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 16 Juli 2019.

Sunar, Tokoh Agama, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 25 Juli 2019.

Susilo, Warga Dusun, Wawancara Pribadi, Jengglong, Kadipaten, Andong, Boyolali, tanggal 11 Juli 2019.

Downloads

Published

2020-11-01

Issue

Section

Article

How to Cite

TRADISI NGANYARI AKAD NIKAH PADA MASYARAKAT JENGGLONG DI BOYOLALI. (2020). Al-Ahwal: Jurnal Hukum Keluarga Islam, 12(2), 198-207. https://doi.org/10.14421/ahwal.2019.12207

Similar Articles

1-10 of 205

You may also start an advanced similarity search for this article.