HUKUM PERCERAIAN DI INDONESIA: Studi Komparatif antara Fikih Konvensional, UU Kontemporer di Indonesia dan Negaranegara Muslim Perspektif HAM Dan CEDAW
DOI:
https://doi.org/10.14421/ahwal.2014.07208Keywords:
Perceraian, Fikih Konvensional, UU Kontemporer, HAM, CEDAWAbstract
Divorce is often regarded as the best solution to end a marriage. Normative juridical, legislation and conventional
books, still legitimizes divorce case. But whether they are still relevant to be applied in this era especially in
Indonesia? Divorce law in the conventional fiqh very relevant in the past, tends to position women as helpless
party over the conduct of an abusive husband. Currently the book has been deemed incompatible with the demands
of basic human rights as outlined in the Human Rights (Human Rights) and the CEDAW (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), which actually prevent women from dichotomy
and discrimination. While Law No. 1 of 1974 on Marriage and Presidential Instruction No. 1 of 1991 on KHI is
still relevant, although should always be evaluated to produce laws that still exist in the coming era. This paper
will examine the relevance of both the comparative - heuristic approach, as well as using human rights as a
criterion and CEDAW.
[Perceraian sering dianggap sebagai solusi terbaik untuk mengakhiri suatu perkawinan. Secara yuridis
normatif, peraturan perundang-undangan dan kitab-kitab konvensional, tetap melegitimasikan perkara
perceraian. Tetapi masihkah keduanya relevan untuk diterapkan di era ini, khususnya di Indonesia.
Hukum perceraian dalam fikih konvensional yang sangat relevan pada zamannya, cenderung
memposisikan perempuan sebagai pihak yang tidak berdaya atas perlakuan seorang suami yang
semena-mena. Saat ini kitab tersebut dipandang sudah tidak sesuai dengan tuntutan hak dasar
kemanusiaan yang dituangkan dalam HAM (Hak Asasi Manusia) dan CEDAW (Convention on the
Elimination of All Forms of Discrimination Against Women), yang benar-benar menghindarkan wanita
dari dikhotomi dan diskriminasi. Sedangkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang
Perkawinan dan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang KHI saat ini masih relevan, kendati
harus selalu dievaluasi untuk menghasilkan undang-undang yang tetap eksis di era mendatang.
Tulisan ini akan mengkaji relevansi keduanya dengan pendekatan komparatif-heuristik, serta
menggunakan HAM dan CEDAW sebagai tolok ukurnya.]
References
Anderson, J.N.D., Hukum Islam Di Dunia
Modern, Surabaya: Cv. Amar Press, 1991.
Ayu, Astri Lidia, Efektifitas Implementasi
Konvensi CEDAW PBB Tahun 1979
Terhadap Upaya Penghapusan Diskriminasi
Perempuan Di Indonesia (Skripsi),
Universitas Sumatera Utara.
Nasution, Khoiruddin, Islam Tentang Relasi
Suami Isteri (Hukum Perkawinan),
Yogyakarta: ACAdeMIA, 2004.
______, Status Wanita Di Asia Tenggara: Studi
Terhadap Perundang-Undangan Perkawinan
Muslim Kontemporer Di Indonesia Dan
Malaysia, Jakarta: INIS, 2002.
Rumadi, Momentum Reformasi Hukum Keluarga,
http://gusdur.net, diakses pada 23
Nopember 2010.
Syaukani, Imam, Rekunstriksi Epistemologi
Hukum Islam, Jakarta: PT Raja
Grafindopersada, 2006.
Undang-Undang Perkawinan Di Indonesia,
Surabaya: Arkola, 2000.
‘Uwaidah, Kamil Muhammad, al-Ja>mi’ fi Fiqh
an-Nisa’, Libanon: Daar Al-Kutub Al-
‘Ilmiyah, 1996.
Downloads
Published
Issue
Section
License
Copyright (c) 2016 Moh. Afandi
This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.
Authors retain copyright and grant the journal right of first publication. The works are simultaneously licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.